Jumat 04 Oct 2019 18:50 WIB

Menkeu Turun Tangan Atasi Dugaan Banjir Impor Tekstil di PLB

Penerapan tarif AS pada barang Cina mendorong impor tekstil dari Cina.

Rep: M Nursyamsi/ Red: Friska Yolanda
Menteri Keuangan (Menkeu) Republik Indonesia, Sri Mulyani Indrawati, memimpin apel luar biasa peringatan hari Bea Cukai ke-73, di Kantor Pusat Bea Cukai, Selasa (2/10).
Foto: Bea Cukai
Menteri Keuangan (Menkeu) Republik Indonesia, Sri Mulyani Indrawati, memimpin apel luar biasa peringatan hari Bea Cukai ke-73, di Kantor Pusat Bea Cukai, Selasa (2/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengunjungi Pusat Logistik Berikat (PLB) di Sunter, Jakarta Utara, Jumat (4/10). Sri meninjau sektor tekstil di PLB Sunter. Banyaknya impor produk tekstil di Indonesia mengakibatkan tekanan pada industri lokal.

"Pekan ini saya dipanggil bapak presiden karena beliau dapat keluhan dari asosiasi tekstil sehubungan banyaknya impor produk tekstil di Indonesia yang menyebabkan tekanan pada industri tekstil, dan salah satu pintu masuk itu di PLB," ujar Sri usai mengunjungi PLB Sunter di Jakarta Utara, Jumat (4/10).

Sri menyampaikan kunjungannya ini merupakan upaya pemerintah dalam meningkatkan kewaspadaan terhadap berbagai upaya penyelundupan. "Presiden meminta dalam kunjungan lapangan ini untuk melihat secara riil bagaimana manajemen barang-barang yang diimpor, hari ini fokus tekstil, tapi tentu saja tidak terbatas pada hal itu," lanjutnya.

Impor TPT nasional untuk serat dan kain tidak mengalami kenaikan signifikan sejak 2017 yang sebesar 4,7 miliar dolar AS, kemudian 4,9 miliar dolar AS pada 2018, dan sebesar 3,9 miliar dolar AS pada 2019 (hingga September). Sri mengungkapkan, Presiden AS Donald Trump mulai mewacanakan kebijakan kenaikan tarif bagi Cina pada 2017 dan mencapai ekskalasi pada 2018 hingga 2019 yang dikhawatirkan berimbas pada Indonesia lantaran adanya banjir produk impor.

"Namun pada 2018 kita lihat tidak terlalu meningkat dibandingkan tahun sebelumnya," ucap Sri.

Sri menjelaskan kapasitas produksi dan investasi industri hulu TPT meningkat namun daya serap industri antara (tengah) di dalam negeri kurang sehingga pasar untuk industri hulu TPT adalah pasar ekspor. Untuk industri tengah terjadi penurunan kapasitas produksi yang disebabkan persoalan lingkungan dan mesin produksi yang sudah tua. Hal ini berimbas pada industri hilir yang kesulitan mendapat bahan baku asal dalam negeri akibat kurangnya pasokan. Padahal, lanjut Sri, utilisasi produksi industri hilir baru 56 persen.

Menurut Sri, hal ini menyebabkan tertekannya industri hilir TPT nasional, selain tidak adanya pembatasan impor pakaian jadi. Sri menjelaskan, TPT hulu seperti benang dan kain dilakukan pengawasan dengan syarat kuota impor dan laporan surveyor. Namun, TPT garmen hanya mensyaratkan laporan surveyor.

"Perlakuan pengawasan tata niaga impor hulu dan hilir perlu kajian yang lebih komprehensif," kata Sri.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement