Senin 07 Oct 2019 08:48 WIB

Sentimen Global dan Perang Dagang Bayangi Perdagangan Saham

Indeks harga saham gabungan diperkirakan menguat di support 5.900.

Rep: Novita Intan/ Red: Friska Yolanda
Petugas memantau grafik pergerakan penjualan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Dealing Room Divisi Tresuri BNI, Jakarta, Jumat (27/9/2019).
Foto: ANTARA FOTO
Petugas memantau grafik pergerakan penjualan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Dealing Room Divisi Tresuri BNI, Jakarta, Jumat (27/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Isu perang dagang masih akan menjadi perhatian pasar pada perdagangan sepekan. Hal ini seiring dengan upaya negoisasi yang dilakukan Amerika Serikat (AS) dan Cina.

Direktur PT Anugerah Mega Investama Hans Kwee mengatakan pada pekan ini Wakil Perdana Menteri Cina Liu He akan menjadi salah satu yang didelegasikan dari Beijing di Washington. Sejalan dengan pertemuan tersebut, muncul harapan adanya kesepakatan tentatif pada akhir tahun ini.

Baca Juga

“Apalagi Donald Trump mungkin akan berusaha menghindarkan ekonomi AS jatuh ke resesi pada tahun depan karena tahun pemilu. Cina juga bertindak bersahat dan diperkirakan telah membeli sekitar 1 juta ton kedelai AS, meskipun ekspor pertanian AS turun sekitar 7 persen dari 2018,” ujarnya dalam riset yang diterima, Senin (7/10).

Menurutnya isu perang dagang sangat memengaruhi pergerakan pasar global dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Hal ini karena menimbulkan kekhawatiran resesi global ketika tidak ditemukan solusi yang saling menguntungkan.

“IHSG kami perkirakan berpeluang konsolidasi menguat dipekan ini dengan support di level 5.997 sampai 5.900 dan resisten di level 6.154 sampai 6.200,” jelasnya.

Di sisi lain, menurut FedWatch CME Group terdapat ekspektasi penurunan suku bunga The Fed pada rapat Oktober menjadi 93,5 persen dari 77 persen. Hal ini tidak lepas dari data Automatic Data Processing yang kurang baik dan Indeks sektor jasa ISM juga turun ke 52,6 pada September dari 56,4 pada bulan sebelumnya. Indeks ketenagakerjaan juga merosot ke posisi 50,4 dari 53,1 pada Agustus, terlemah sejak Februari 2014.

Laporan sektor manufaktur AS juga memperlihatkan penurunan tajam indeks PMI ke level terendah dalam lebih dari 10 tahun. Kurang baiknya data ekonomi Amerika berpeluang membawa negara tersebut masuk ke resesi. Menurut consensus bloomberg kemungkinan A.S mengalami resesi sebesar 35 persen. Hal ini membuka harapan The Fed melakukan penurunan suku bunga pada Oktober. 

Menurut Hans tekanan dari Presiden Tramp yang berharap Fed lebih agresif menurunkan suku bunga. Ini tentu tidak terlepas harapan kebijakan moneter yang longer menjelang pemilu US tahun depan, yang diharapkan menaikan popularitas pemerintah.

Melebarnya perang dagang ke Uni Eropa setelah WTO menetapkan adanya subsidi beberapa produk yang dihasilkan. Presiden AS Donald Trump mengumumkan pemerintah AS akan memberlakukan tarif impor bagi produk asal Uni Eropa senilai 7,5 miliar dolar AS. Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) telah menyetujui tarif AS sebesar 10 persen terhadap pesawat Airbus buatan Eropa dan 25 persen atas berbagai barang mulai dari anggur Prancis hingga wiski Scotch. 

“Namun kami menilai daftar detail produk yang terkena imbas menunjukkan dampak ekonomi yang minimal, sehingga tidak membuat penurunan pasar yang sangat dalam. Tetapi melebarnya perang dagang tentu menjadi hal yang mengkawatirkan,” ucapnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...

Apa yang paling menarik bagi Anda tentang Singapura?

1 of 7
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement