REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) serta Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang pemilihan kepala daerah (UU Pilkada). Salah satunya, para pemohon itu ingin ada jeda waktu atau masa tunggu 10 tahun bagi mantan terpidana kasus korupsi untuk maju pilkada.
"Kami mewakili ICW dan Perludem sebagai pemohon melakukan judicial review (uji materi) ke MK untuk pasal 7 ayat (2) huruf g UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada," ujar kuasa hukum pemohon Donal Fariz usai sidang pendahuluan uji materi UU Pilkada di Gedung MK, Selasa (8/10).
Dalam pasal 7 ayat (2) huruf g disebutkan bahwa calon kepala daerah tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau bagi mantan terpidana telah secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.
Menurut Donal yang juga Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW, dengan bunyi pasal yang dalam UU Pilkada itu memberikan izin mantan terpidana khususnya terkait kasus korupsi dapat maju kembali menjadi calon kepala daerah tanpa jeda waktu. Jadi ketika bebas koruptor itu bisa langsung mencalonkan diri.
Padahal, lanjut dia, dalam putusan MK Nomor 4/PUU-VII/2009, memutuskan pasal persyaratan pencalonan kepala daerah dalam UU Pilkada sebelumnya sebagai norma hukum yang inkonstitusional bersyarat apabila tidak dipenuhi syarat-syarat. Salah satu syaratnya, berlaku terbatas untuk jangka waktu lima tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Namun, setelah UU Pilkada berganti menjadi UU Nomor 23 Tahun 2014, ada putusan MK Nomor 42/PUU-XIII/2015. MK mengabulkan permohonan pemohon pada saat itu untuk menghilangkan masa tunggu lima tahun setelah narapidana selesai menjalani hukuman bagi mereka yang hendak mengajukan diri sebagai calon kepala daerah.
"Maka kami meminta kemudian pasal yang lama dikembalikan lagi ke syarat jeda paling tidak lima tahun, tapi kami mempertimbangkan bisa saja jedanya lebih tinggi, sampai dengan 10 tahun," jelas Donal.
Ia berharap MK memberikan jeda waktu yang lebih panjang, yaitu dua siklus pemilu atau 10 tahun untuk mantan napi korupsi maju sebagai calon kepala daerah. Tujuannya, untuk membuat demokrasi lebih sehat dan kasus korupsi kepala daerah yang berulang tidak lagi terjadi.