REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Epos La Galigo yang panjang ceritanya melebihi epos Mahabarata juga memiliki nilai-nilai universal. Sebelum epos itu disisipi ajaran Islam, sebenarnya La Galigo sudah mengandung nilai-nilai universal. Menambahkan nilai-nilai ajaran Islam ke dalam epos tersebut membuatnya semakin kaya dengan nilai-nilai positif.
Penulis buku Islamisasi Bugis, Andi Muhammad Akhmar, mengatakan, di dalam La Galigo terkandung ajaran dasar masyarakat Bugis. Di antaranya sipakatau, berasal dari kata Bugis yang berarti memanusiakan manusia. Juga sipakainge berasal dari kata Bugis yang berarti saling mengingatkan.
Kemudian, sipakalebbi yang dalam bahasa Bugis memiliki arti saling memuji, mengasihi, dan membantu. "Jadi, ada konsep gotong royong dan kemanusiaan di dalam epos La Galigo, maka kita juga harus memahami sejarah kebudayaan (untuk menggali nilai-nilai positifnya)," jelasnya
Hal serupa disampaikan Budayawan dan Penggerak Literasi, Nirwan Ahmad Arsuka. Menurut dia, La Galigo mengandung nilai-nilai kemanusiaan yang universal. Hampir sama dengan budaya-budaya lokal lain yang juga mengandung nilai-nilai uni versal. "Seperti semangat bekerja sa ma dan bergotong royong, itu ditemu kan di semua kebudayaan," katanya.
Di dalam epos La Galigo juga mengandung banyak nilai universal. Salah satunya sikap fleksibel seorang tokoh atau keluarga di La Galigo dalam menghadapi malapetaka dan penderitaan yang tidak terduga saat hidup. Malapetaka memang biasa terjadi dalam kehidupan manusia.
Namun, semua malapetaka itu sebenarnya bisa disikapi dengan cara yang positif. Sehingga, kejadian yang bisa mengakibatkan penderitaan besar tetap bisa dihadapi dengan baik. "Pada akhirnya justru orang atau keluarga yang tertimpa malapetaka itu tidak mengalami penderitaan yang panjang, tapi justru mengalami perubahan nasib yang lebih baik, bahkan naik derajatnya," jelasnya.
Nilai-nilai universal di dalam La Galigo sama dengan nilai universal dalam dongeng di tanah Sunda, Jawa, Jepang dan tempat lainnya. Namun, nilai-nilai universal yang lahir dari peradaban masyarakat Bugis sudah dituliskan karena orang Bugis sudah memiliki huruf.
"Sehingga La Galigo menjadi ajaran tertulis yang mudah disebarkan,'' katanya. Nirwan juga mengingatkan pentingnya mempelajari warisan budaya, seperti La Galigo dan Mahabarata. Tujuannya agar bisa mengambil nilai-nilai positif yang ter kandung di dalamnya dan menge tahui pemikiran nenek moyang di masa lalu. Sebab, sampai sekarang masih banyak orang yang hidup dengan ajaran moral dari epos Mahabarata.
Namun, dia menegaskan, orang Indonesia punya alasan lain untuk mempelajari epos La Galigo. Sebab, La Galigo karya asli orang Indonesia di masa lalu, sementara Mahabarata berasal dari India. Namun, alangkah lebih bagus kalau dipelajari duaduanya karena manusia tidak boleh membatasi diri. Intinya, masyarakat Indonesia harus bangga dengan La Galigo karena epos yang panjang dan mengandung nilai-nilai universal itu lahir di Indonesia