Kamis 10 Oct 2019 10:05 WIB

Pemerintah Diminta Kaji Ulang Sanksi Penunggak BPJS

Sanksi penunggak BPJS diyakini tidak akan efektif.

Red: Joko Sadewo
Petugas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan melayani warga di kantor BPJS Kesehatan Cabang Jakarta Selatan, Senin (2/9). -ilustrasi-
Foto: Republika/Prayogi
Petugas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan melayani warga di kantor BPJS Kesehatan Cabang Jakarta Selatan, Senin (2/9). -ilustrasi-

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pemerintah diminta untuk mengkaji ulang rencana penerbitan Inpres (instruksi presiden) terkait sanksi bagi para penunggak iuran BPJS Kesehatan. Ancaman sanksi dikhawatirkan tidak akan efektif.

Anggota Fraksi PAN DPR Saleh Partaonan Daulay mengatakan daripada memberikan sanksi, lebih baik BPJS Kesehatan diberi kesempatan terlebih dahulu untuk meningkatkan kolektabilitas iuran, melalui jaringan mereka yang tersebar di seluruh Indonesia. Apalagi, sejak 2016 yang lalu, BPJS Kesehatan telah memiliki kader JKN yang siap membantu melaksanakan tugas tersebut.

“Kalau diancam dengan sanksi, dikhawatirkan tidak efektif. Masyarakat bisa saja merasa tidak nyaman. Lebih baik, persoalan tunggakan iuran tersebut diselesaikan dengan pendekatan partisipatoris dan persuasif,” ungkap Saleh, Kamis (10/10).

Selain itu, menurut Saleh, sanksi yang diberikan dinilai tidak akan terlalu efektif dan berdampak. Sebab, sanksi yang rencananya akan dikenakan adalah berupa tidak dikeluarkannya Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Surat Izin Mengemudi (SIM), sertifikat tanah, paspor, dan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK).