REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hakim Majelis Mahkamah Konstitusi (MK) mempertanyakan gugatan atau petitum dalam permohonan perkara uji materi Undang-Undang tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) mengenai batas usia calon kepala daerah. Sejumlah politikus muda menganggap aturan batasan usia dalam UU Pilkada bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
"Tidak ada lagi batasan orang untuk menjadi calon kepala daerah begitu? Usia lima tahun boleh juga?" kata Ketua Majelis Hakim Saldi Isra dalam sidang pendahuluan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (16/10).
Pemohon uji materi UU Pilkada adalah para politikus mudah antara lain Faldo Maldini (29 tahun), Tsamara Amany (23 tahun), Dara Adinda (24 tahun), dan Cakra Yudi Putra (23 tahun). Sementara kuasa hukum para pemohon dalam persidangan, yakni Rian Ernest.
Permohonan pengujian terhadap Pasal 7 ayat 2 huruf e yang menyatakan batasan usia calon gubernur, bupati, dan wali kota. Dalam pasal itu disebutkan bahwa calon gubernur harus berusia paling rendah 30 tahun dan calon bupati atau calon wali kota usia paling rendah adalah 25 tahun.
Dalam petitumnya pemohon meminta MK menyatakan Pasal 7 ayat 2 huruf e UU Pilkada bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Bahkan, pemohon meminta agar MK mempercepat proses pemeriksaan dan segera memutus permohonannya dalam rangka penyelenggaraan Pilkada 2020.
Anggota Majelis Hakim I Dewa Gede Palguna mengatakan, petitum yang dimaksud berarti pemohon ingin menghilangkan syarat usia tersebut. Dengan demikian, siapa pun boleh menjadi calon kepala daerah sebagai subjek hukum termasuk anak berusia lima tahun.
"Kalau begitu lima tahun juga boleh dong. Bahkan bayi dalam kandungan nanti boleh juga jadi calon itu gimana ceritanya karena dia juga sudah diakui sebagai subjek hukum. Logika seperti itu mestinya adalah menjadi perhatian penting," tutur Palguna.
Namun, terlepas dari semua itu, ia mengapresiasi para pemohon mengajukan permohonan perkara tersebut. Menurut dia, gugatan seperti itu menunjukkan kesadaran warga negara akan hak konstitusionalnya.
"Dalam konteks ini Anda adalah sebagai perorangan warga negara Indonesia kan. Nah itu ada syaratnya nanti, itu yang dijelaskan yaitu harus ada penjelasan tentang apa hak konstitusional yang dirugikan dengan berlakunya Undang-Undang ini. Kerugian itu sifatnya aktual atau potensial, mesti jelas itu," jelas dia.