REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah melakukan sidang pengupahan yang melibatkan tripartit (serikat pekerja, pengusaha, dan Pemerintah) membahas upah minimum provinsi (UMP) Jakarta 2020. Dalam pembahasan pengupahan tersebut, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memberi sinyal keputusan UMP DKI Jakarta 2020 merujuk PP 78 tahun 2015, sesuai Surat Edaran (SE) Menteri Tenaga Kerja sebesar Rp 4,2 juta.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) 78 tahun 2015 tentang Pengupahan, UMP harus di atas kebutuhan hidup layak (KHL) setiap daerah. Anies menyebut, hasil survei KHL di Jakarta sebesar Rp 3,96 juta dan sesuai SE Menakertrans UMP 2020 naik 8,51 persen dari UMP 2019 sebesar Rp 3,9 juta.
"Kemudian, dari usulan pengusaha itu ikut pada PP, Rp 4,267 juta, lalu usulan dari serikat pekerja Rp 4,6 juta," kata Anies kepada wartawan usai pelantikan Dewan Pengupahan, Rabu (23/10).
Anies mengatakan, akan mengumumkan jumlah pasti UMP DKI Jakarta 2020 dalam waktu dekat ini. Ia menyebut, pengalaman kemarin-kemarin dari DKI, sifat dari keputusan DKI adalah meringankan beban hidup para pekerja dengan cara memberikan subsidi di aspek pengeluarannya. Artinya, kata Anies, biaya hidup yang lebih tinggi itu dibantu oleh Pemprov DKI dengan memberikan Kartu Pekerja.
"Sehingga, biaya transportasinya bisa turun, kemudian mereka bisa mendapatkan pangan dengan harga yang terjangkau, kemudian juga biaya pendidikan bagi anak-anaknya yang diberikan lewat KJP," ujar Anies.
Lalu, lanjut Anies, bukan hanya itu, pihaknya juga bermitra dengan serikat pekerja serta asosiasi untuk membangun koperasi-koperasi yang menjual kebutuhan pokok dengan harga yang terjangkau. Tapi, intinya, kata Anies, penentuan UMP 2020 dipertimbangkan dengan baik karena di Jakarta punya implikasi nasional.
Kepala Dinas Tenaga Kerja DKI Jakarta Andri Yansyah menilai, usulan UMP 2020 dari serikat berkisar di angka Rp 4,6 juta, masih akan dibahas kembali. "Nah, nanti akan sama-sama kita kaji kembali untuk ditetapkan tanggal 1 November 2019 untuk UMP 2020. Tapi, bukan (Rp 4,6 juta) itu keputusannya," kata Andri.
Andri menyebut, sidang pengupahan yang digelar pada Rabu (23/10) mengakomodasi usulan-usulan dari pihak asosiasi atau pengusaha. Usulannya, kata dia, mereka menerima apa yang menjadi keputusan pemerintah.
"Sedangkan, usulan dari serikat itu Rp 4,6 juta. Sedangkan, kami mengacu kepada PP 78. Sebab, KHL kita setelah kita melakukan survei di 15 titik pasar, tiga gelombang, berkisar di antara Rp 3,965 juta," ujar dia.
Anggota Dewan Pengupahan dari unsur Pengusaha Sarman Simanjorang mengatakan keberatan jika Pemprov DKI Jakarta akhirnya memutuskan UMP 2020 sebesar Rp 4,6 Juta. Sebab, jelas dia, usulan UMP dari buruh sebesar Rp 4,6 juta tersebut tidak merujuk pada PP 78 tahun 2015. Hanya berdasarkan pada tingkat inflasi 3,39 persen dan pertumbuhan ekonomi 5,12 persen serta nilai perkiraan kenaikan listrik dan BBM akhir tahun depan.
"Jadi, total kenaikan UMP yang ditawarkan kawan-kawan pekerja ada kenaikan 16,58 persen, dua kali lipat dari yang diatur dalam PP 78 sebesar Rp 4,6 juta. Tentu, ini sangat memberatkan pengusaha," kata Sarman.
Ia mengatakan, pihak pengusaha dalam Dewan Pengupahan tetap merujuk pada PP 78 dalam kenaikan UMP 2020. Dan ia juga berharap Pemprov DKI tetap berpegang pada PP 78 dengan usulan UMP 2020 DKI Jakarta sesuai SE Menakertrans sebesar Rp 4,2 juta. "Ini sudah merupakan kenaikan yang luar biasa sebenarnya," ujar Sarman.
Terkait keputusan UMP 2020 oleh Pemprov DKI Jakarta pada 1 November, Sarman menyebut, Anies pasti akan merujuk peraturan sesuai standar KHL sesuai PP 78 tahun 2015. Jadi, menurut dia, Pemprov DKI juga harus melihat kondisi bisnis saat ini yang sudah terimbas oleh krisis ekonomi, jangan sampai UMP 2020 justru merugikan pengusaha.
"Nanti UMP yang sudah ditetapkan kami evaluasi dulu selama satu bulan, kalau pengusaha tidak mampu, diharapkan segera mengajukan penangguhan, jangan sampai terjadi efisiensi, bahkan terjadi pemberhentian tenaga kerja," ujar dia.
Ia memandang, angka UMP pengusaha sama dengan angka UMP pemerintah sesuai dengan PP 78 merujuk KHL. Jadi, kalau dilakukan voting ia menyebut, dua berbanding satu, antara pengusaha dan pemerintah dengan pekerja.