REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian, mengatakan komitmennya dalam menjaga stabilitas politik dalam negeri. Tito akan melakukan pembinaan politik kepada Pemerintah Daerah (Pemda) untuk menjaga stabilitas politik.
“Sebagai pembina politik Pemerintah Daerah, kami berusaha untuk memberi sumbangsih dengan menjaga stabilitas politik. Jangan sampai nanti berkembang menjadi gangguan keamanan,” kata Tito berdasarkan rilis yang diterima di Jakarta, Kamis (24/10).
Tito menambahkan, tanpa stabilitas politik dalam negeri, pembangunan di berbagai sektor tak akan berjalan dengan baik. Sebab, stabilitas politik dan pembangunan akan saling mempengaruhi satu sama lain dan berdampak pada sisi keamanan.
“Tanpa situasi yang aman, maka pembangunan tidak akan berjalan, itu dua sisi yang saling memberi nilai. Keamanan yang tidak baik akan berdampak pada pembangunan, pembangunan yang tidak baik akan berdampak pada gangguan dan keamanan,” ujar Tito.
Menurut mantan kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia itu, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memiliki peran strategis untuk menjamin stabilitas politik dalam negeri sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Selain itu, Mendagri juga meminta jajarannya di lingkup Kemendagri dan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) untuk melakukan harmonisasi kebijakan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Tito mengatakan diperlukan komitmen bersama untuk menjaga stabilitas tersebut.
“Pemerintahan baru, presiden lama, kabinet baru, akan muncul gejolak-gejolak dan pro-kontra. Kita lihat media pagi ini juga, ada yang positif dan negatif. Prinsipnya menjaga, karena dua bulan ini, kabinet baru biasanya belum stabil. Kami berusaha menjaga stabilitas itu,” ujarnya.
Tak hanya terkait stabilitas politik dalam negeri, Tito juga berpesan agar jajarannya di Kemendagri, BNPP, maupun Pemda untuk merubah pola pikir terkait jabatan dan amanah yang diberikan. Menurut dia, pola pikir menjadi 'penguasa’ harus diubah menjadi ‘pelayan masyarakat’.
Itu konsekuensi menjadi negara demokrasi yang mengamanatkan rakyat sebagai pemegang kuasa tertinggi dari negara ini. “Mengubah mindset tidak gampang. Saya di Kepolisian membuat buku, Demokratik Polisi. Apa itu demokrasi? Bahwa pemilik negara adalah rakyat, maka harus diikuti apa yang diinginkan pemilik negara, yaitu rakyat. Mengubah mindset menjadi pelayan itu tidak gampang tapi harus kami lakukan,” kata Mendagri.