Jumat 25 Oct 2019 11:41 WIB

Umat Islam di Suriname Jaga Tradisi

Upacara mitoni (tujuh bulan kehamilan) masih dilakukan oleh Muslim Suriname.

Red: Agung Sasongko
Pengunjung mengamati karya foto di Pameran Foto Java To Suriname di Erasmus Huis, Jakarta, Senin (22/9). (Republika/Edwin Dwi Putranto)
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Pengunjung mengamati karya foto di Pameran Foto Java To Suriname di Erasmus Huis, Jakarta, Senin (22/9). (Republika/Edwin Dwi Putranto)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hingga kini, sebagian besar kelompok Jawa Suriname masih tetap mempertahankan budayanya. Karena pemahaman budaya Jawa tidak mendalam dan yang diceritakan pada anak cucunya juga sekenanya, atau sesuai yang mereka mengerti, maka simbol-simbol kebudayaan yang dijaga adalah simbol-simbol yang setidaknya pernah mereka kenal dan lakukan ketika masih di Jawa.

Upacara mitoni (tujuh bulan kehamilan) masih dilakukan oleh Muslim Suriname asal Jawa, begitu pula adat Jawa dalam perkawinan serta kematian. Budaya Jawa masih diajarkan kepada anak-anak mereka, misalnya, acara slametan. Pada saat hari raya Islam, umat Islam di Suriname biasa berziarah.

Baca Juga

Selain itu, umat Islam Suriname keturunan Jawa masih menggelar acara memperingati kematian tujuh hari, 40 hari, dan 100 hari. Standarnya tak bisa disamakan dengan Jawa  atau Islam di Indonesia. Mereka punya kebudayaan sendiri. Kita hanya menemukan kemiripan di dalamnya,” ungkap Koordinator peneliti migrasi Jawa Suriname dari LIPI, Aswatini.

Migrasi suku Jawa ke mancanegara umumnya hanya diketahui berlangsung ke Suriname di Amerika Selatan. Masyarakat Jawa Suriname yang mulai didatangkan sebagai kuli kontrak pada 1890 sudah mampu mengorganisasi diri. Pada 1918, mereka mendirikan perkumpulan bernama Tjintoko Moeljo.