Selasa 29 Oct 2019 01:00 WIB

Hong Kong Hadapi Resesi Ekonomi

Hong Kong sulit mencapai pertumbuhan ekonomi tahun ini karena adanya demonstrasi.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Pengunjuk rasa membawa payung dalam demonstrasi di Hong Kong, Ahad (20/10).
Foto: AP Photo/Mark Schiefelbein
Pengunjuk rasa membawa payung dalam demonstrasi di Hong Kong, Ahad (20/10).

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Hong Kong menghadapi resesi dan tak mungkin mencapai pertumbuhan ekonomi apa pun tahun ini. Gelombang demonstrasi yang berlangsung selama lima bulan merupakan pemicu utama terjadinya hal tersebut. 

"Pukulan (dari aksi protes) terhadap ekonomi kita luas," ujar Menteri Keuangan Hong Kong Paul Chan dalam sebuah unggahan di blog pada Senin (28/10). Dia mengatakan perkiraan awal produk domestik bruto (PDB) kuartal ketiga pada Kamis mendatang akan menunjukkan dua kuartal berturut-turut kontraksi, sebuah definisi teknis dari resesi. 

Baca Juga

Paul pun mengungkapkan akan sangat sulit mencapai pertumbuhan ekonomi tahunan antara nol hingga satu persen. Kendati pemerintah telah berupaya memberikan suntikan dana, hal itu hanya bisa sedikit mengurangi tekanan.

Penghentian demonstrasi adalah cara utama untuk memulihkan ekonomi. "Biarkan warga kembali ke kehidupan normal, biarkan industri dan perdagangan beroperasi secara normal, dan ciptakan lebih banyak ruang untuk dialog rasional," ujar Paul. 

Sebelumnya, Paul mengumumkan bahwa Pemerintah Hong Kong telah menyiapkan dana sebesar 255 juta dolar AS untuk memulihkan perekonomiannya. Dana itu akan digunakan untuk mendukung industri transportasi, pariwisata, dan ritel. "Karena situasi ekonomi memburuk cukup cepat, kami meluncurkan paket ini untuk menargetkan sektor-sektor yang terpukul," ucapnya pada Selasa pekan lalu. 

Menurut Paul, langkah-langkah dukungan seperti itu pada akhirnya akan meningkatkan probabilitas defisit fiskal. Namun, dia menjamin bahwa keuangan Pemerintah Hong Kong masih memadai. 

Pada Agustus lalu, Hong Kong telah mengucurkan dana sebesar 2,4 miliar dolar AS. Selain untuk keperluan menopang aktivitas bisnis yang terdampak demonstrasi, dana itu pun dialokasikan untuk membantu warga kurang mampu. 

Aksi demonstrasi di Hong Kong telah berlangsung sejak Juni lalu. Hingga kini, belum ada tanda-tanda unjuk rasa akan mereda. Ribuan orang masih turun ke jalan dan berpartisipasi dalam demo anti-pemerintah tersebut. 

Pemicu utama pecahnya demonstrasi di Hong Kong adalah rancangan undang-undang ekstradisi (RUU). Masyarakat menganggap RUU itu merupakan ancaman terhadap independensi proses peradilan di sana. Sebab jika disahkan RUU itu memungkinkan otoritas Hong Kong mengekstradisi pelaku kejahatan atau kriminal ke Cina daratan.

Pada September lalu pemimpin Hong Kong Carrie Lam akhirnya memutuskan menarik RUU tersebut. Namun, hal itu tak cukup untuk meredam dan menghentikan gelombang demonstrasi. Massa justru menuntut Lam mundur dari jabatannya dan mendesak agar kekerasan yang dilakukan aparat terhadap demonstran diusut tuntas.

Mereka pun menyerukan agar otoritas Hong Kong membebaskan para demonstran yang ditangkap. Menurut laporan, sejak aksi demonstrasi dimulai, aparat keamanan telah menangkap setidaknya 2.600 orang. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement