REPUBLIKA.CO.ID,
Oleh Fergi Nadira, Kamran Dikarma
KUWAIT CITY -- Kuwait memperingatkan potensi terjadinya serangan balasan oleh ISIS seusai pemimpinnya, Abu Bakar al-Baghdadi, terbunuh dalam serangan Amerika Serikat (AS). Menurut Kuwait, ada potensi respons milisi ISIS atas kematian pemimpinnya.
"Ada analisis yang menunjukkan bahwa mungkin ada respons, yang mengharuskan kami untuk melakukan lebih banyak koordinasi dan konsultasi dengan badan keamanan di kawasan untuk menghadapi kemungkinan respons negatif," kata Wakil Menteri Luar Negeri Kuwait Khalid Al Jarallah melalui surat kabar Al Qabas seperti dilansir Gulf News, Senin (28/10).
Al Qabas melaporkan, agen-agen keamanan di Kuwait tengah memantau dan melacak orang yang dicurigai sebagai simpatisan ISIS di Kuwait. Sumber tersebut memperingatkan, kematian Baghdadi tidak mengesampingkan kemungkinan kebangkitan kelompok radikal itu atau bahkan kemunculannya kembali dengan nama baru.
Dalam beberapa tahun terakhir, ISIS telah mengklaim serangkaian serangan teror di dunia Arab, termasuk Kuwait. Pada 2015, sebanyak 27 orang tewas dalan pengeboman yang diklaim ISIS atas sebuah masjid Syiah di Kuwait.
Pemerintah Afganistan menyambut baik operasi pasukan AS yang menyebabkan tewasnya Baghdadi. Kematian Baghdadi diyakini bakal melemahkan jaringan ISIS di Asia Selatan. “Kematiannya adalah pukulan besar bagi kelompok ini (ISIS) dan terorisme,” kata juru bicara kepresidenan Afganistan, Sediq Sediqqi, Senin (28/10).
Pemerintah Provinsi Nangarhar, Afganistan, juga merasa lega setelah Baghdadi tewas. Juru bicara gubernur Nangarhar Attaullah Khogyani mengatakan, basis ISIS yang berada di wilayahnya memang semakin lemah baru-baru ini. “Tidak diragukan lagi, kematian Baghdadi akan berdampak besar pada aktivitas ISIS di Afganistan,” ujarnya.
Dalam beberapa tahun terakhir, ISIS telah membangun jaringan di wilayah Afganistan. Mereka menjadi musuh baru pasukan negara tersebut yang sejak 2001 berperang melawan Taliban.
Afiliasi ISIS di Afganistan pertama kali muncul pada 2014 di provinsi timur Nangarhar. Di sana, ISIS memiliki basis cukup kuat. Sejak saat itu, mereka coba membangun basis-basis baru, terutama di wilayah utara Afganistan.
Milisi terafiliasi ISIS di Afganistan telah melakukan beberapa serangan yang menargetkan warga sipil, termasuk di ibu kota Kabul. Namun, banyak pejabat Afganistan yang meragukan klaim mereka.
Presiden AS Donald Trump pada Ahad (27/10) mengonfirmasi kematian Baghdadi dalam operasi militer AS di Provinsi Idlib, Suriah. Trump menyebut Baghdadi tewas dengan cara melarikan diri ke terowongan buntu dan meledakkan rompi sebagai serangan bunuh diri yang mengorbankan tiga anaknya. Menurut Trump, keberhasilan operasi di Barisha dapat tercapai berkat bantuan Rusia dan Irak. Dia mengucapkan terima kasih atas kerja sama kedua negara itu
Pasukan Demokratik Suriah (SDF) menyatakan, berhasil membunuh juru bicara ISIS Abu Hassan al-Muhajir di Suriah utara pada Ahad (27/10). Dia terbunuh hanya beberapa jam setelah Donald Trump mengumumkan tewasnya Baghdadi.
“Al-Muhajir, tangan kanan Baghdadi dan juru bicara ISIS, menjadi sasaran di Desa Ain al-Baydah dekat Jarablus, dalam operasi terkoordinasi antara intelijen SDF dan tentara AS,” kata kepala SDF Mazloum Abdi melalui akun Twitter pribadinya, dikutip laman Aljazirah, Senin (28/10).
Juru bicara SDF Mustefa Bali mengungkapkan, dirinya meyakini keberadaan al-Muhajir di Jarablus adalah untuk memfasilitasi Baghdadi ke daerah “Perisai Eufrat”, yakni zona di Suriah utara yang dikendalikan proksi Turki. “Dua operasi yang dipimpin AS telah secara efektif melumpuhkan kepemimpinan ISIS teratas yang bersembunyi di barat laut Suriah. Lebih banyak lagi yang masih bersembunyi di daerah yang sama,” ujar Bali.
Kelompok Syrian Observatory for Human Rights (SOHR) telah mengonfirmasi kematian al-Muhajir. Mereka mengatakan al-Muhajir termasuk lima anggota ISIS yang tewas dalam operasi yang dipimpin AS dengan dukungan SDF.
(reuters ed: satria kartika yudha)