REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG---Pengembang rumah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) diminta untuk tak menaikkan harga jual per 1 Januari 2020. Menurut Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur (DJPI) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Eko D Heripoerwanto, harga rumah yang dibangun per 1 Januari 2020 seharusnya baru bisa naik paling cepat pada 1 Februari atau 1 Maret.
"Bukan tidak boleh menaikkan harga jual. Apalagi, sebetulnya harga jual rumah MBR untuk 2019 dan 2020 sudah diatur dalam Keputusan Menteri PUPR," ujar Eko pada Musyawarah Daerah (Musda) dan Pelantikan Pengembang Indonesia Dewan Pengurus Daerah (DPD) Jawa Barat (Jabar) Periode 2019-2024 di Hotel Courtyard by Marriot, Bandung, Selasa (29/10).
Menurut Eko, kenaikan harga harus diberlakukan secara rasional. Pengembang pun, boleh saja menaikan harga, asal kenaikan harga harus diberlakukan sesuai dengan struktur biaya. Rumah yang dibangun pada 2019 harus dijual sesuai dengan struktur biaya pada 2019.
"Silakan naik, tapi jangan per 1 Januari 2020. Hitungan rasionalnya, rumah yang dibangun pada awal tahun akan ready stock dalam 1 sampai 2 bulan berikutnya. Saat itulah harga baru bisa diberlakukan," paparnya.
Apalagi, kata dia, sesuai namanya, pasar rumah MBR adalah masyarakat berpenghasilan rendah, bukan pasar komersiil. Oleh karena itu, penentuan harga juga jangan hanya mengedepankan pertimbangan bisnis.
"Kenaikan harga tidak boleh diberlakukan tiba-tiba karena untuk menjaga daya beli MBR," ujarnya.
Namun, Eko juga mengingatkan agar pengembang jangan sampai menunda penjualan sampai awal Februari atau awal Maret untuk menyiasati kenaikan harga. Penundaan penjualan, akan mengganggu supply rumah MBR.
"Pasar rumah MBR itu sangat terpengaruh 2 hal, yaitu stok rumah dan permintaan. Permintaannya sendir stabil karena memang umumnya rumah MBR biasanya merupakan kebutuhan primer," katanya.
Dalam peraturan ini, batasan harga jual tertinggi dibagi menjadi lima wilayah. Untuk wilayah Jawa (kecuali Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) dan Sumatera (kecuali Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Kepulauan Mentawai) untuk tahun 2019 sebesar Rp 140 juta dan tahun 2020 sebesar Rp 150,5 juta.
Untuk wilayah Kalimantan (kecuali Kabupaten Murung Raya dan Kabupaten Mahakam Ulu) pada tahun 2019 sebesar Rp 153 juta dan tahun 2020 sebesar Rp 164,5 juta. Untuk wilayah Sulawesi, Bangka Belitung, Kepulauan Mentawai, dan Kepulauan Riau (kecuali Kepulauan Anambas) sebesar Rp 146 juta untuk tahun 2019 dan tahun 2020 sebesar Rp 156,5 juta.
Wilayah Maluku, Maluku Utara, Bali dan Nusa Tenggara, Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi), Kepulauan Anambas, Kabupaten Murung Raya, dan Kabupaten Mahakam Ulu untuk tahun 2019 sebesar Rp 158 juta dan tahun 2020 sebesar Rp 168 juta. Wilayah Papua dan Papua Barat untuk tahun 2019 sebesar Rp 212 juta dan tahun 2020 sebesar Rp 219 juta.
Sementara terkait Fasilitas Likuidutas Pembiayaan Perumahan (FLPP), Eko mengatakan, tahun depan alokasi FLPP sekitar Rp 9 triliun. Anggaran tersebut, bisa dialokasikan untuk 102 ribu rumah. Bahkan volumenya bisa lebih besar kalau skemanya berubah.
"Bisa lebih besar lagi kalau suku bunga bisa tak lebih dari 5 persen. Ada opsi-opsi juga, bisa 5 persen berlaku pertama itu yang akan kita kembangkan," katanya.