Selasa 05 Nov 2019 06:05 WIB

AS Mulai Mundur dari Perjanjian Iklim Paris

Donald Trump menarik AS dari perjanjian iklim meski negaranya penyumbang polusi.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump
Foto: AP
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Selama dua tahun terakhir Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyatakan ingin menarik negaranya dari Perjanjian Iklim Paris. Pada pekan ini akhirnya ia dapat melakukan sesuatu untuk menunaikan janjinya itu.

Namun, proses untuk mengeluarkan AS dari perjanjian tersebut butuh waktu satu tahun. Maka, AS tidak dapat keluar sampai pemilihan presiden tahun 2020.

Baca Juga

Perjanjian Paris yang ditandatangani hampir 200 negara tersebut bertujuan untuk mengurangi atau mengendalikan polusi yang mengendap di atmosfir. Negosiasi perjanjian iklim yang dilakukan pada 2015 itu didorong oleh AS dan China.

Perjanjian tersebut mulai berlaku pada 4 November 2016. Salah satu ketetapan dalam perjanjian tersebut mengatakan tidak ada negara yang dapat menarik diri dalam tiga tahun pertama.

Maka pada pekan ini, AS baru dapat memulai proses penarikan diri. Prosesnya dimulai dengan mengirimkan surat ke PBB. AS belum resmi keluar satu tahun setelah itu. Artinya satu hari setelah pemilihan presiden tahun depan.

Mantan negosiator iklim pemerintahan Barack Obama, Andrew Light mengatakan jika pada 2020 mendatang Trump kalah maka presiden baru dapat masuk kembali ke perjanjian iklim dalam waktu 30 hari. Light dan pakar lainnya mengatakan penarikan AS dari perjanjian itu akan merusak upaya mengatasi pemanasan global.  

"Objektif global tidak dapat dicapai kecuali semua pihak melakukan bagiannya dan AS harus memainkan perannya," kata profesor ilmu lingkungan Appalachian State University Gregg Marland, Senin (4/11).

AS merupakan salah satu negara penyumbang polusi terbesar di dunia. Marland berpartisipasi dalam melacak emisi karbon dioksida. Ia mengatakan AS pemain terbesar kedua di dunia.

"Apa yang terjadi jika kami tidak memainkan bola dan pulang?" katanya.

Ekonom MIT Jake Jacoby mengatakan Cina sebagai penyumbang polisi terbesar di dunia mungkin akan memainkan peran sebagai pemimpin dalam upaya mengatasi perubahan iklim. Pendiri MIT Joint Program on the Science and Policy of Global Change itu mengatakan bukan kerugian ekonomi yang akan AS diterima.

"Hukumannya memalukan," kata Jacoby.  

Belum diketahui rencana pemerintah AS selanjutnya. "Posisi AS untuk menghormati Perjanjian Paris tidak berubah, Amerika Serikat berniat untuk menarik diri dari Perjanjian Paris," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri AS James Dewey dalam surat elektroniknya kepada kantor berita Associated Press.

Perjanjian Paris dibuat untuk mencegah suhu udara bumi naik 1 derajat Celcius, walaupun hal itu tidak cukup mencegah pemanasan global. Perjanjian tersebut meminta negara-negara untuk lebih ambius lagi memotong polusi mereka setiap lima tahun sekali. Artinya upaya kedua akan dilakukan pada November 2020. Light mengatakan karena AS berencana untuk menarik diri maka peran Negeri Paman Sam dalam pertemuan yang rencananya akan digelar di Skotlandia itu akan berkurang.

Pemanasan global yang disebabkan pembakaran batu bara, minyak dan gas membuat bumi lebih panas 1 derajat Celsius dibandingkan pada 1800-an. Hal itu memicu es di kutub mencair, suhu ekstrem, dan perubahan zat kimia di laut. 

sumber : AP
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement