Selasa 12 Nov 2019 03:00 WIB

AS Desak Irak Gelar Pemilu Dini

AS juga mendesak Irak untuk berhenti menggunakan kekerasan terhadap demonstran.

Red: Nur Aini
Pengunjuk rasa berkumpul di Alun-Alun Tahrir di Baghdad, Irak, Senin (28/10). Menurut laporan media, sedikitnya 63 orang meninggal dalam protes tiga hari.
Foto: EPA-EFE/MURTAJA LATEEF
Pengunjuk rasa berkumpul di Alun-Alun Tahrir di Baghdad, Irak, Senin (28/10). Menurut laporan media, sedikitnya 63 orang meninggal dalam protes tiga hari.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat mendesak Pemerintah Irak untuk mereformasi sistem pemilihan dan menggelar pemilihan umum dini. AS juga mendesak Irak untuk berhenti menggunakan kekerasan terhadap para pengunjuk rasa.

Desakan itu dikeluarkan setelah kerusuhan berlangsung di Irak berminggu-minggu, yang selama itu pasukan keamanan telah menewaskan hampir 300 pemrotes. Demonstrasi, yang mulai berlangsung pada 1 Oktober, pada awalnya memusatkan agenda protes pada lapangan pekerjaan dan layanan yang kurang bagi masyarakat.

Baca Juga

Namun, demonstrasi kemudian dengan cepat berubah ke arah pengecaman terhadap sistem pembagian kekuasaan pada pemerintahan, yang mulai diterapkan pada 2003. Aksi protes juga ditujukan pada para elit politik, yang mereka katakan mendapat keuntungan dari sistem tersebut.

Pasukan keamanan telah menggunakan peluru tajam, gas air mata, dan granat kejut terhadap para pemrotes, yang sebagian besar adalah anak muda dan tak bersenjata. Tindakan pasukan tersebut telah menewaskan lebih dari 280 orang.

"Amerika Serikat bergabung dengan Misi Bantuan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Irak dalam mendesak Pemerintah Irak agar menghentikan kekerasan terhadap para pengunjuk rasa serta memenuhi janji Presiden Salih untuk melakukan reformasi pemilihan dan mengadakan pemilu dini," kata juru bicara Gedung Putih dalam pernyataan yang disebarkan oleh Kedutaan Besar AS di Baghdad, Senin.

Para pemimpin Irak pada Ahad (10/11) setuju bahwa reformasi pemilihan harus memberi kesempatan lebih banyak kepada kalangan pemuda untuk berpartisipasi dalam politik. Reformasi itu juga harus mendobrak monopoli kekuasaan partai-partai politik, yang telah mendominasi berbagai lembaga negara sejak 2003, menurut laporan media negara.

Kerusuhan itu, yang terburuk dalam dua tahun terakhir ini, merupakan salah satu tantangan terbesar dan paling sulit yang dihadapi elit penguasa saat ini. Hal itu sejak mereka memangku kekuasaan setelah invasi AS dan penggulingan Saddam Hussein pada 2003.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement