REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi) tidak keberatan dengan kebijakan pemerintah yang berencana merevisi Daftar Negatif Investasi (DNI) menjadi Daftar Putih Investasi (DPI). Dengan catatan, kebijakan tersebut mampu memperkuat usaha kecil menengah (UKM) lokal.
Sikap tersebut dikuatkan oleh pernyataan Ketua Umum BPP Hipmi Mardani H Maming yang menyatakan, pihaknya tidak dalam posisi menolak ataupun mendukung. "Yang terpenting revisi ini mampu memperkuat dan mendorong sinergitas dengan pelaku UKM dari negara lain serta terbatas," ujarnya dalam rilis yang diterima Republika, Selasa (12/11) malam.
Maming mengatakan, revisi tersebut bersifat liberal, namun harus dilakukan secara berhati-hati dengan mempertimbangkan aspek perlindungan dan pengembangan UKM. Keberpihakan tetap dibutuhkan agar UKM lokal tidak tergilas oleh pelaku UKM dari luar.
Oleh karena itu, Maming menambahkan, HIPMI menawarkan revisi terbatas terhadap DNI. Artinya, terdapat aspek dan bagian dari DNI yang bisa direvisi dan ada yang tetap dijaga. "Jadi, jangan semua direvisi," tuturnya.
Maming memberikan contoh, batasan nilai investasi UKM asing harus diberikan batasan dan mereka wajib bersinergi dengan UKM lokal. Selain itu, sektor-sektor UKM yang memang boleh dimasuki investor asing wajib melakukan transfer teknologi dan pengetahuan, penyerapan tenaga kerja lokal.
Saran lainnya, DPI hanya ditujukan untuk UKM-UKM berbasis teknologi tinggi. Maming juga mendorong agar UKM mancanegara yang masuk merupakan UKM berorientasi ekspor.
"Dia datang bawah nilai tambah bagi UKM lokal, misalnya teknologi, pasar, peningkatan sumber daya manusia, serta akses pasar ekspor," ucapnya
Sebelumnya, pemerintah kembali menggulirkan wacana revisi DNI setelah mendapat penolakan dari HIPMI pada awal 2019. Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, Peraturan Presiden (Perpres) pengganti DNI akan diterbitkan pada Januari 2020 dengan mengubah DNI menjadi DPI atau whitelist investment.
Saat ini, ketentuan mengenai DNI tercantum dalam Perpres Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.
Melalui perpres baru tersebut, Airlangga mengatakan, pemerintah mengatur ketentuan substitusi impor, komoditas utama ekspor, prioritas investasi hingga fasilitas fiskal. "Arahan pak presiden terkait substitusi impor dan mendorong ekspor yang semuanya sudah mendapatkan fasilitas fiskal ini akan disiapkan dalam Perpres," ucapnya.