REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) mengimbau warga menjauhi area dalam radius tiga kilometer dari puncak Gunung Merapi. Pada Ahad (17/11) pagi pukul 10.46 WIB, Merapi mengalami erupsi.
Selain itu,PVMBG mengimbau warga mengantisipasi dampak abu vulkanik dan awan panas Merapi. Warga juga dimintai mewaspadai ancaman aliran lahar ketika hujan turun di sekitar puncak gunung berapi tersebut.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana Agus Wibowo dalam siaran persnya mengingatnya adanya potensi bahaya dari luncuran awan panas dari runtuhnya kubah lava dan jatuhan material vulkanik dari letusan eksplosif.
"Berdasar pantauan Pusdalops BNPB situasi di lapangan aman terkendali dan tidak ada dampak yang berarti. Masyarakat dihimbau untuk tetap tenang dan mengikuti rekomendasi dari PVMBG," kata Agus.
Informasi aktivitas Gunung Merapi dapat diakses melalui radio komunikasi pada frekuensi 165.075 Mhz, melalui telepon (0274) 514180/514192, laman resmi Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), dan akun media sosial BPPTKG (Facebook: infobpptkg, Twitter: @bpptkg).
Menurut PVMBG, Gunung Merapi yang berada di wilayah Kabupaten Sleman (Daerah Istimewa Yogyakarta) serta Kabupaten Klaten, Boyolali, dan Magelang (Jawa Tengah)meletus pada 17 November 2019 pukul 10.46 WIB. Letusan itu tercatat di seismogram beramplitudo max 70 mm dan berlangsung selama 155 detik.
Menurut PVMBG, kolom letusan Merapi teramatisetinggi sekitar 1.000 meter. Saat Merapi meletus, angin bertiup ke barat dan membawa hujan abu tipis di sebagian wilayah Desa Banyubiru Dukun, Kabupaten Magelang.
Berdasar pantauan dari BMKG dari citra satelit Himawari, pada pukul 13.00 WIB debu vulkanik Merapi sudah tidak terdeteksi lagi di angkasa.