Senin 18 Nov 2019 07:37 WIB

Sistem Jalan Berbayar Disarankan Juga untuk Sepeda Motor

Konsep jalan berbayar nantinya akan disebut dengan istilah congestion tax.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Bilal Ramadhan
Sejumlah kendaraan melintas gerbang jalan berbayar atau Elektronic Road Pricing (ERP) di Kawasan Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Jumat (31/8).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Sejumlah kendaraan melintas gerbang jalan berbayar atau Elektronic Road Pricing (ERP) di Kawasan Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Jumat (31/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) berencana menerapkan Electronic Road Pricing (ERP) atau sistem jalan berbayar di beberapa ruas jalan Jakarta dan sekitar Bodetabek pada 2020 mendatang. Beberapa ruas jalan nasional di Jabodetabek pun akan diberlakukan.

Pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijawarno menilai, ERP atau jalan berbayar mampu mengurangi kemacetan sangat signifikan di beberapa wilayah di Jabodetabek. Namun, salah satu syaratnya, menurut dia, penerapan ERP harus juga diterapkan bagi pengguna kendaraan roda dua atau motor.

"Kalau mau ERP efektif di Jabodetabek, motor juga harus kena ERP. Jadi, bukan hanya untuk mobil saja, hilangkan pengecualiannya," kata Djoko lepada wartawan, Ahad (17/11).

Apabila ERP diterapkan di beberapa akses jalan nasional Jabodetabek, tapi tetap mengecualikan sepeda motor, menurutnya, hasil yang didapat kurang signifikan. Sebab, sambung dia, jumlah pengguna sepeda motor juga cukup banyak. Dan, sangat berperan menyumbang kemacetan di beberapa wilayah di Jabodetabek.

Apalagi, sepeda motor dikecualikan, ia melihat akan ada perpindahan pengguna mobil ke sepeda motor untuk menghindari ERP. "Karena itu, harusnya ERP berlaku untuk sepeda motor juga," ujar dia.

Djoko mengatakan, ERP merupakan sistem berkeadilan untuk menghindari kemacetan di Jabodetabek. Pengguna kendaraan yang akan melewati jalan tertentu akan dikenakan bayaran, dan bila tidak ingin membayar maka jangan melewati jalan tersebut. Karena itu, Djoko yakin ERP ini akan mampu mengatasi kemacetan, dengan catatan berlaku untuk semua.

Ia juga memberi catatan kepada pemerintah kota penyangga Jakarta untuk menyediakan transportasi massal yang layak dan nyaman bagi warga. Sehingga, penerapan ERP akan efektif dan sinergi dengan perpindahan penggunaan kendaraan pribadi ke angkutan massal.

"Jangan hanya mengandalkan perbaikan transportasi massal di Jakarta saja," kata dia menambahkan.

Kepala BPTJ Bambang Prihartono sebelumnya memastikan ERP atau jalan berbayar menuju Ibu Kota Jakarta akan dioperasikan di daerah perbatasan kawasan Jabodetabek pada 2020 mendatang. Jalan yang akan diterapkan ERP pada 2020 mendatang adalah jalan nasional yang berada di Jabodetabek, di antaranya adalah Jalan Margonda, Depok dan jalan perbatasan Tangerang serta Jalan Kalimalang, Bekasi.

Selain menyusun peta jalan secara lengkap, BPTJ juga mengatakan sedang mengkaji aturan hukum yang saat ini berlaku karena ERP akan dimasukkan dalam kategori Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

"Selama ini regulasinya menganut sistem retribusi, regulasinya jadi terpatok jalan daerah, provinsi, dan kabupaten. Karena itu, regulasinya harus direvisi Peraturan Pemerintahnya," kata Bambang.

Proyek ERP diketahui pernah diujicobakan di Jakarta tepatnya di Jalan Medan Merdeka Barat selama 20 hari pada 2018. Namun, pada September 2019, Kejaksaan Agung meminta proyek jalan berbayar ini harus mengulang proses tender.

Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo menyebut, kebijakan perluasan ganjil genap yang sudah berjalan lebih dari dua bulan merupakan kebijakan antara. Setelah itu, kebijakan ganjil genap kendaraan ini akan dihapuskan dan digantikan dengan ERP.

"Kita harapkan tender ERP-nya tahun depan bisa kita lakukan dan target untuk operasionalnya ERP di 2020 juga," kata Syfarin.

Ia menjelaskan, saat pihaknya sedang me-review semua dokumen terkait tender ERP sebelumnya, dan sedang dikaji untuk pelaksanaan tender selanjutnya di 2020.

Sebagaimana diketahui kebijakan jalan berbayar atau ERP ini pernah diujicobakan di Jalan Medan Merdeka Barat selama 20 hari pada 2018 lalu. Namun, pada September 2019, Kejaksaan Agung meminta proyek jalan berbayar ini harus mengulang proses tender. Karena proyek ini sampai batas waktu, belum ada satu pun pemenang tender yang ditetapkan.

Maka, Gubernur DKI Jakarta memintakan legal opinion ke Jaksa Agung, dan disarankan untuk tender dibatalkan dengan beberapa catatan. Salah satu catatannya adalah melakukan review terhadap dokumen yang ada. "Dan, sekarang sedang kita review dokumen itu," ujar Syafrin.

Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Basweda mengatakan, konsep jalan berbayar nantinya akan disebut dengan istilah congestion tax. Congestion tax atau pajak kemacetan turut disebut Anies dalam Ingub 66/2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara.

Dalam Ingub 66/2019, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu meminta Dinas Perhubungan DKI Jakarta untuk menyiapkan congestion tax untuk menghasilkan kualitas udara yang lebih baik di Jakarta. Dengan demikian, Anies memastikan kebijakan ERP atau jalan berbayar yang baru nanti akan memiliki konsep yang berbeda dari sebelumnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement