REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Begitu banyak keutamaan shalat berjamaah yang tertuang baik dalam nash Alquran ataupun hadis. Keutamaannya disertai de ngan betapa rugi orangorang yang mengabaikan shalat berjamaah. Tidak kurang, Rasulullah bersabda jika Allah Taala akan mengampuni segala dosa pelaku shalat jamaah.
Rasulullah selalu melakukan shalat jamaah, baik dalam keadaan musafir, mukim, dalam keadaan ketakutan, maupun ketika situasi normal. Nabi yang mulia pun tak memberi keringanan saat Abdullah bin Ummi Maktum, sahabat yang buta meminta untuk bisa shalat di rumah. Selama mendengar suara azan, setiap Muslim di wajibkan untuk menunaikan shalat berjamaah.
Dalam kitab Al Umm, Imam Syafii menjelaskan, shalat jamaah adalah ketika beberapa orang melaksanakan shalat di pimpin seorang imam. Ketika salah seorang dari sekumpulan orang memimpin shalat me reka, itulah yang disebut shalat jamaah. Me nurut Imam Syafii, semakin besar ja maah yang dipimpin seorang imam maka lebih mustahab (dianjurkan) dan lebih de kat dengan keutamaan.
Imam menjadi unsur utama dalam shalat jamaah. Menjadi imam bisa diminta orang lain atau mengajukan diri. Menurut Imam Syafii, hal tersebut dibenarkan meski tanpa perintah wali yang biasa me mimpin shalat. Ketentuan ini berlaku untuk shalat Jumat, shalat wajib dan shalat sunah ketika penduduk satu negeri jika tidak ada kehadiran wali (pemimpin).
Menurut Imam Syafii, seorang wali merupakan pihak yang paling berhak untuk menjadi imam shalat. Jika seorang wali memasuki suatu negeri yang dipimpinnya, lalu dia dan orang-orang yang berada di bawah kekuasaannya sudah berkumpul, walilah yang paling berhak menjadi imam. Tidak boleh seorang pun yang boleh maju memimpin shalat ketika penguasa ada, baik dalam shalat wajib, shalat sunah maupun shalat hari raya. Namun, jika seorang wali menunjuk seseorang sebagai imam, hal itu dibolehkan. Karena orang yang ditunjuk itu memimpin shalat atas mandat yang diberikan oleh wali.
Selain itu, hadis yang bersumber dari Amr bin Salamah mengungkapkan jikalau imam shalat merupakan orang yang tertua. Ini sesuai dengan sabda Nabi SAW yang bersumber dari hadis Malik bin al-Hu wairits, "Jika kalian keluar, kumandang kanlah azan lalu kumandangkanlah iqa mah kemudian hendaklah yang tertua diantara kalian menjadi imam."
Meski demikian, dalam hadis lain yang bersumber dari Amr bin Salamah terung kap jika imam pun diutamakan orang de ngan hafalan Alquran yang banyak. Dalam hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari disebutkan hal tersebut".. Jika shalat telah tiba, hendaklah salah seorang diantara ka lian mengumandangkan azan dan hendaklah yang paling banyak hafalan Alquran nya di antara kalian mengimami kalian."
Hanya, dalam hadis ini pun terungkap jikalau anak-anak pun bisa menjadi imam jika lebih banyak memiliki hafalan Al quran. "Mereka pun memandang, tidak ada seorang pun yang lebih banyak hafalan Alquran melebihi aku karena aku mempelajarinya dari para pengendara. Mereka pun mengajukan diriku di hadapan mereka, sedangkan pada saat itu aku berusia enam atau tujuh tahun."
Meski ada pendapat yang mengatakan jikalau anak kecil tidak boleh menjadi imam, Dr Said bin Ali bin Wahf al Qaht hani dalam Ensiklopedi Shalat Menurut Alquran dan Sunnah menjelaskan bahwa anak kecil boleh menjadi imam selama dia berakal dan mumayiz (mampu membedakan baik dan buruk).
Uniknya, seorang imam yang memiliki banyak hafalan Alquran tidak otomatis mewajibkan dia untuk membaca ayat-ayat panjang ketika memimpin shalat. Ra sulullah bahkan memendekkan bacaan Alquran ketika menjadi imam. Hadis yang bersumber dari Abu Hurairah yang diriwayatkan Imam Malik mengatakan, "Apa bila seorang dari kalian shalat me mimpin orang banyak, maka hendaklah dia meri ngankan. Karena sesungguhnya di tengah mereka ada orang sakit dan orang lemah. Apabila dia shalat sendirian, maka silakan dia memanjangkan semaunya."
Selain itu, lelaki wajib menjadi imam shalat jikalau berada bersama perempuan. Hadis dari Anas, Nabi SAW pernah masuk menemui Anas, ibunya serta Ummu Ha ram, bibi Anas. Lantas Nabi bersabda, ber dirilah kalian karena aku akan shalat ber sama kalian. Shalat itu dikerjakan di luar waktu shalat wajib. Beliau pun mengerjakan shalat bersama mereka. Beliau menempatkan Anas berada di sebelah kanan beliau dan menempatkan kaum perempuan di belakang mereka.
Hukum pokok menetapkan sahnya shalat berjamaah yang dilaksanakan seorang laki-laki dengan seorang perempuan, sebagaimana sahnya shalat jamaah yang dilakukan seorang lelaki dengan lelaki. Kecuali jika perempuan itu bukan mahram dan sendirian di tengah lelaki serta tidak ada orang lain. Pada saat itu, diharamkan bagi nya meng imami perempuan tersebut. "Janganlah salah seorang diantara kalian berkhalawat (berduaan) dengan seorang perempuan kecuali dengan muhrim." (HR Bu khari Muslim). Wallahu a'lam.