Senin 25 Nov 2019 22:09 WIB

Mantan Napi Koruptor Maju, Pengamat: Partai Melihat Logistik

Pengamat menilai revisi UU Pilkada juga harus terkait mantan napi koruptor

Rep: Ali Mansur/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Koruptor (ilustrasi)
Foto: Republika.co.id
Koruptor (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meski sangat beresiko tidak sedikit partai politik (Parpol) mencalonkan kepala daerah atau calon legislatif mantan narapidana kasus korupsi. Hasilnya tidak tidak sedikit pula mantan napi koruptor tersebut berhasil lolos atau terpilih sebagai kepala daerah maupun legislatif. Akibatnya sebagian dari mereka juga kembali mengulangi perbuatannya.

Menanggapi fakta itu, pengamat politik Adi Prayitno mengatakan, setidaknya ada dua faktor yang membuat Parpol tetap mengusung eks napi koruptor. Baik dalam pemilihan kepada daerah (Pilkada) atau pemilihan legislatif (Pileg). "Eks koruptor yang dicalonkan ke Pilkada adalah yang memiliki basis pemilih kuat dan juga biasanya punya basis logistik kuat," ujar Adi dalam diskusi bertema "Ngeri-ngeri Sedap Larangan Napi Korupsi Maju Pilkada" di Cikini, Jakarta Pusat, Senin (25/11).

Maka dengan demikian, lanjut Adi, biasanya jika eks koruptor yang diajukan itu bukan karena gagasannya melainkan kekuatan logistiknya. Padahal Indonesia memiliki ratusan juta Sumber Daya Manusia (SDM) tapi seolah-olah tidak memiliki calon kepala daerah atau legislatif yang baik, sampai partai mencalonkan mantan napi koruptor.

"Di satu sisi parpol tumbuh, tapi isu-isu yang soal eks koruptor ini nggak pernah komitmen diurus. Tapi soal evaluasi (Pilkada lewat DPRD) kenapa justru dibahas," keluhnya.

Oleh karena itu, Adi menegaskan bahwa revisi Undang-undang Pilkada harus membahas rekruitmen di internal parpol bukan mengembalikan Pilkada lewat DPRD. Sehingga calon-calon yang diusung dalam pilkada adalah calon yang terbaik.

"Calon-calon yang punya integritas tak pernah punya cacat, baik cacat moral, cacat politik, cacat lain-lainya. Untuk membuktikan kepada publik bahwa yang terjadi di internal parpol sudah kerja secara optimal," pintanya. 

Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) menggugurkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang larangan eks koruptor menjadi calon legislatif (caleg). Putusan itu telah dibacakan MA pada Kamis medio 2018 lalu. MA menegaskan jika aturan yang ada dalam PKPU Nomor 20 Tahun 2018 dan PKPU Nomor 26 Tahun 2018 itu bertentangan dengan UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement