Selasa 26 Nov 2019 22:04 WIB

Tak Ada Cara Tunggal untuk Selesaikan Kasus HAM Masa Lalu

Salah satu langkah nonyudisial ditempuh melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Andri Saubani
Suasana konferensi pers terkait pelanggaran HAM yang terjadi kepada warga Papua di kantor KontraS, Jakarta Pusat, Selasa (20/8).
Foto: Republika/Haura Hafizhah
Suasana konferensi pers terkait pelanggaran HAM yang terjadi kepada warga Papua di kantor KontraS, Jakarta Pusat, Selasa (20/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) mengatakan, tidak ada cara tunggal untuk menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) masa lalu. Karena itu, selain langkah nonyudisial melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR), langkah lewat jalur yudisial juga harus tetap dilakukan.

“Kami juga anggap bahwa tidak ada jalan tunggal untuk menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu,” ujar Dewan Penasehat IKOHI, Mugiyanto, di Jakarta, Selasa (26/11).

Baca Juga

Ia menyebutkan, penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu melalui KKR hanyalah salah satu jalan yang dapat ditempuh, yakni non-yudisial. Menurutnya, harus ada penyelesaian yang dilakukan lewat jalur pengadilan atau yudisial agar saling melengkapi.

“Yudisial tetap harus ada. Jadi masih tetap komplimentreri, yudisial non-yudisial karena tidak semua kasus bisa dibawa ke pengadilan,” katanya.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) enggan berpolemik panjang terkait berkas pelanggaran HAM masa lalu dengan Kejaksaan Agung (Kejakgung). Kedua belah pihak akan dipertemukan dalam waktu yang tidak lama lagi.

"Tadi sudah kita bicarakan, kita enggak perlu lagi berpolemik panjang. Kita cari aja solusinya apa," jelas Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik, di Jakarta, Senin (25/11) petang.

Ahmad menjelaskan, untuk menyelesaikan persoalan itu, maka Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD akan mengundang Jaksa Agung untuk dipertemukan dengan Komnas HAM. Menurut Ahmad, itu akan dilakukan pada pertemuan berikutnya untuk fokus mencari solusi terbaik.

"(Tadi) kita enggak bicara harus ini harus ini, enggak. Ide-ide itu dimunculkan semua, nanti akan ada pertemuan yang lebih intensif mengundang Jaksa Agung, mengundang kementerian lain, Mendagri, Menkumham untuk duduk bersama," ujar dia.

Menurut Ahmad, pihaknya sepakat untuk membangun komunikasi yang positif dan konstruktif dengan semua pihak terkait persoalan pelanggaran HAM. Ia menjelaskan,

Komnas HAM tidak merespons tantangan Mahfud MD beberapa waktu lalu karena paham mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu tidak mungkin berpikiran negatif.

"Selama ini juga ketika kita mendapat berita seperti itu kita nggak merespons karena kami tahu Pak Menko nggak mungkin berpikiran yang negatif, kita kan kenal lama," tuturnya.

Ia mengungkapkan, dalam pertemuannya itu, ide soal Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) dibicarakan. Komnas HAM memberikan masukan kepada Mahfud, keluarga para korban harus diajak bicara dan kemudian perlu ditemukan formula yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan HAM itu.

"Nanti harus dipilih formulanya seperti apa. Yang yudisial juga misalnya yang harus ke peradilan seperti apa, kasus yang mana, itu nanti akan bicarakan lebih jauh," katanya.

Di samping itu, Mahfud MD mengatakan, peta jalan terkait KKR sudah ada sejak lama. Ke depan, hanya perlu dibicarakan lebih lanjut akan seperti apa. Kini, ia masih menunggu Rancangan Undang-Undang KKR untuk masuk ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020.

"Pasti (mengajak bicara LSM dan keluarga korban). Namanyakan mencari penyelesaian masalah secara komprehensif pasti semua elemen terkait diundang. Semua akan kita dengar. Akan tetapi semua harus fair," ungkap dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement