REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua DPP Partai Demokrat Benny Kabur Harman menilai keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan grasi terhadap terpidana kasus korupsi alih fungsi lahan di Provinsi Riau, Anas Maamun, merupakan hak konstitusional presiden. Benny pun membandingkan pemberian grasi di pemerintahan Jokowi dengan di era Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Zaman Pak SBY dulu waktu presiden, sejalan dengan komitmen berantas korupsi seingat saya tidak pernah memberikan grasi untuk napi korupsi, nggak pernah, dengan alasan apapun," ujar Benny di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (27/11).
Ia menuturkan sikap SBY kala itu menunjukan kesungguhan SBY dalam upaya pemberantasan korupsi. Menurutnya hal tersebut bukti bagaimana SBY menjanjikan memimpin langsung pemberantasan korupsi sesuai dengan koridor hukum yang berlaku.
"Dia punya hak itu tapi dia tidak menggunakan hak itu secara negatif, tapi menggunakan itu secara positif," kata Ketua Fraksi MPR Partai Demokrat tersebut.
Sebelumnya Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM menjelaskan alasan pemberian grasi tersebut lantaran alasan kemanusiaan, mengingat usia Annas yang sudah 78 tahun dan sering sakit-sakitan. Terkait hal itu, ia pun menegaskan kembali bahwa hal tersebut merupakan hak prerogatif presiden.
Namun menurutnya presiden juga perlu mengumumkan secara terbuka kepada publik agar tidak menimbulkan spekulasi bermacam-macam di mata rakyat.
"Apakah sejalan dengan komitmen beliau berantas korupsi ya tentu publik yang akan menilai," ungkapnya.
Untuk diketahui Presiden Jokowi memberikan grasi kepada terpidana korupsi Annas Maamun. Mantan gubernur Riau itu, dipotong masa pidananya, dari tujuh menjadi enam tahun.