Jumat 29 Nov 2019 23:06 WIB

Pembangunan Rumah Sakit Indonesia di Rakhine Rampung

Pembangunan Rumah Sakit Indonesia di Rakhine bawa misi perdamaian.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Nashih Nashrullah
Relawan Merc Nur Ikhwan Abadi berpose di depan RSI Rakhine dan warga sekitar.
Foto: Dok istimewa
Relawan Merc Nur Ikhwan Abadi berpose di depan RSI Rakhine dan warga sekitar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Satu lagi pembangunan rumah sakit Indonesia di wilayah konflik suatu negara rampung. Setelah sukses membangun rumah sakit di Jalur Gaza, Palestina, pembangunan hal serupa kini juga telah selesai di wilayah Rakhine State, Myanmar. Pembangunan ini mengusung nilai diplomasi dan pesan perdamaian.

Rakhine State diketahui merupakan suatu wilayah yang masih mengalami konflik sosial politik. Untuk itu hadirnya Rumah Sakit Indonesia yang berada di tengah-tengah antara desa Budha dengan Muslim diharapkan dapat menjadi simbol perdamaian masyarakat setempat. Selain itu, RS Indonesia juga diharapkan mampu menjadi simbol persahabatan antara Indonesia dengan Myanmar.

Baca Juga

"Pembangunan rumah sakit Indonesia di Myanmar ini juga bagian dari diplomasi kemanusiaan MER-C," kata Side Manager Pembangunan Rumah Sakit Indonesia di Myanmar, Nur Ikhwan Abadi, sebagaimana keterangan pers yang diterima Republika.co.id, Jumat (29/11).

Dia menjelaskan bahwa bukan hal mudah membangun rumah sakit di wilayah perang atau konflik. Namun, sektor medis dan kesehatan adalah hal yang penting dalam kehidupan terlebih dalam situasi perang atau konflik. 

Itulah mengapa, kata dia, di wilayah perang atau konflik jangka panjang, MER-C juga menerapkan program bantuan jangka panjang.

Seperti halnya di Rakhine State, Myanmar, dia menjelaskan sampai saat ini isu Rohingya masih menjadi isu utama di kawasan dan dunia. Untuk itu pihaknya telah memberikan bantuan dengan mengirimkan tim medis untuk membantu korban konflik di wilayah tersebut sejak September 2012.

"Tim MER-C menajdi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) pertama dari Indonesia yang dapat melakukan pelayanan kesehatan di kedua belah pihak, baik Muslim maupun Budha," ujarnya.

Berdasarkan hasil assessment tim saat itu, tambahnya, fasilitas kesehatan di kamp-kamp pengungsi yang ada masih sangat minim dan MER-C mencanangkan pembangunan sarana kesehatan yang bersifat permanen yang dapat diakses oleh kedua belah pihak.

Minimnya akses kesehatan membuat pihaknya mengirimkan tim secara berkala dan melakukan lobi-lobi dengan berbagai pihak dengan baik. Yakni dengan Pemerintah Indonesia maupun Pemerintah Myanmar agar rencana pembangunan RS Indonesia dapat terealisasi.

Gayung bersambut, inisiasi itu akhirnya mendapat sambutan positif dari Wakil Presiden RI kala itu, Jusuf Kalla. Program ini kemudian menjadi program bersama MER-C, PMI, dan WALUBI dengan MER-C sebagai pelaksana mulai dari penentuan lokasi lahan, disain rumah sakit hingga pembangunan fisik.

photo
Presidium MER-C dalam Konferensi pers progres pembangunan RSI Rakhine Myanmar, Jakarta, Jumat (29/11).

Berdasarkan catatannya, dalam kurun waktu 7 tahun (2012-2019), MER-C telah mengirimkan sedikitnya 14 Tim Medis dan Konstruksi ke Myanmar dengan total jumlah relawan sebanyak 40 orang yang terdiri dari dokter spesialis, dokter umum, perawat, insinyur, tim ahli alat kesehatan, dan tenaga teknis

Khusus untuk mengawasi seluruh proses pembangunan RS Indonesia, kata dia, MER-C menempatkan empat relawan yang terdiri dari dua insinyur dan dua tenaga teknis di lokasi pembangunan, Myaung Bwe Village, Mrauk U Township. Lokasinya berjarak sekitar 160 kilometer (km) perjalanan darat dari Sittwe, ibukota Rakhine State.

Pembangunan RS Indonesia diawali dengan pengurugan dan pemagaran lahan yang dimulai sejak Mei 2017-Agustus 2017. Pada 19 November 2017 dilakukan peletakan batu pertama RS Indonesia yang dihadiri oleh Pemerintah Indonesia melalui Dubes RI di Yangon, Pemerintah Myanmar, MER-C, dan Tokoh Muslim dan Budha dan menandai dimulainya pembangunan bangunan utama RS Indonesia.

Berbekal doa dan keyakinan serta tekad yang kuat, dia membeberkan pembangunan RS Indonesia akhirnya selesai pada November 2019. Untuk selanjutnya, pengadaan alat kesehatan akan dilakukan PMI (Palang Merah Indonesia).   

RS Indonesia akan diserahterimakan secara resmi setelah seluruh peralatan kesehatan lengkap dan RS Indonesia bisa beroperasional memberikan pelayanan kepada masyarakat korban konflik di wilayah ini.

"Dengan berdirinya RS Indonesia, kami berharap masyarakat Budha dan Muslim dapat hidup rukun damai dan sama-sama mendapat akses pelayanan kesehatan yang lebih baik," harapnya.

RS Indonesia menjadi simbol awal bagi hubungan persahabatan dan persaudaraan jangka panjang antara Indonesia dengan Myanmar. MER-C bertekad menjadikan program ini agar perlu diikuti dengan program lanjutan berupa local capacity building. Khususnya untuk tenaga medis lokal, pengiriman tenaga medis dari Indonesia untuk bertugas di RS Indonesia, dan program selanjutnya. "MER-C juga siap untuk mendampingi proses repatriasi dalam bidang kesehatan," kata dia.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement