REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Belum ada perbaikan mitigasi struktural yang semestinya untuk Indonesia. Padahal Indonesia sudah mengalami peristiwa gempa sejak dulu.
Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Daryono, MENGATAKAN 15 kali sudah gempa merusak (tahun ini) terakhir kali di Bali pada November dan gempa berpotensi terjadi tsunami di laut Maluku.
“Dulu bangunan rusak akibat gempa tahun ini dan tahun lalu, juga merusak rumah-rumah. Artinya apa yang terjadi pada masa lalu hingga hari ini tidak ada perubahan," ujar Daryono dalam diskusi perihal kesiapan hadapi bencana di Gedung PBNU di Jakarta pada Jumat (29/11).
Biasanya, kata dia, rata-rata terjadi gempa 5.000-6.000 kali dalam setahun dengan yang dirasakan sekitar 250-300 kali. Gempa merusak sendiri terjadi 8-10 kali dalam setahun dan gempa berpotensi tsunami terjadi 2 tahun sekali.
Tetapi yang menarik, kata Daryono, akhir-akhir ini pola tersebut berubah dengan terjadi lonjakan intensitas. Dalam tahun ini saja sudah terjadi 10.300 gempa dengan gempa merusak terjadi 15 kali.
Untuk melakukan mitigasi gempa dapat dimulai dengan mewujudkan rumah aman tahan gempa, mencontoh Jepang yang dapat mengurangi jumlah korban tewas akibat tertimbun bangunan akibat gempa setelah mewajibkan semua rumah dibangun dengan standar tahan guncangan.
Hal itu juga disetujui Deputi Bidang Sistem dan Strategi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Wisnu Widjaja yang juga hadir sebagai pembicara dalam diskusi tersebut.
Menurut dia, Indonesia kini sudah bisa dikatakan menjadi pusat solusi bencana dengan intensitas bencana alam yang dialaminya. Oleh karena itu yang harus dilakukan adalah melihat bencana dalam sudut pandang pencarian solusi bukan hanya ketakutan saja.
"Tidak ada di negara di dunia ini yang siap (menghadapi bencana), yang ada hanyalah lebih siap. Sekarang lebih siap dari kemarin dan besok lebih siap dari sekarang. Kalau siap 100 persen tidak akan ada korban," kata dia.