REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus Partai Golkar Sirajuddin Abdul Wahab menuding salah satu calon ketua umum Airlangga Hartarto mengalami ahistoris dan lupa sejarah. Hal itu berkaitan dengan pernyataan Airlangga sendiri terkait syarat bakal calon ketua umum Golkar harus sudah mengantongi dukungan minimal dari 30 persen dewan pimpinan daerah (DPD).
"Pernyataan Airlangga Hartarto di beberapa media yang mensyaratkan dukungan 30 persen merupakan pernyataan yang kurang teliti dan ahistoris," ujar Sirajuddin dalam rilisnya, Jumat (29/11)
Menurut juru bicara Bambang Soesatyo (Bamsoet) itu, Airlangga bisa saja membaca AD/ART Partai Golkar, dalam kondisi ngantuk berat sehingga menafsirkan pasal dalam konstitusi Partai Golkar secara serampangan. Oleh karena itu, ia meminta agar Airlangga tidak menafsirkan pasal 12 dan pasal 50 ART, sesuai dengan selera sendiri.
"Tidak bisa ditafsirkan setiap calon Ketua Umum Partai Golkar, dinyatakan sah sebagai calon Ketua Umum apabila mendapatkan 30 persen surat dukungan (administrasi), itu tafsir yang sesat dan keliru," ujarnya.
Kemudian, Sirajuddin juga menyebut Airlangga mendadak amnesia karena Airlangga pernah maju menjadi Calon Ketua Umum Partai Golkar pada Munaslub di Bali pada 2016. Pada saat itu, syarat 30 persen dukungan dalam bentuk pemungutan (voting), bukan dalam bentuk dukungan surat administrasi.
Sirajuddin menyampaikan, saat itu calon ketua umum yang memenuhi dukungan suara pemilihan (voting) 30 persen suara, hanya Setya Novanto dan Ade Komaruddin. Keduanya berhak lolos mengikuti tahapan pemilihan selanjutnya. Namun, Ade Komaruddin menyatakan mundur dalam proses tahapan pemilihan lanjutan.
"Sehinga Setya Novanto ditetapkan menjadi Ketua Umum DPP Partai Golkar 2014-2019, melanjutkan periodesasi Ketua Umum Aburizal Bakrie," jelasnya.
Sirajuddin meminta Airlangga jangan merusak tatanan yang sudah berjalan dengan baik demi mempertahankan hasrat kekuasaan semata, segala aturan main ditabrak dan dilanggar. Jangan sampai sejarah kelam perpecahan dalam tubuh Partai Golkar digali kembali oleh Airlangga sendiri.
"Kita berharap pada Munas Partai Golkar, bisa berjalan dengan terbuka, demokratis dan berkeadilan sehingga tidak lagi melahirkan perpecahan," ujar Sirajuddin.