REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang menilai, Peraturan Menteri Agama nomor 29 tentang Majelis Taklim tak terlalu diperlukan. Menurut dia, aturan tersebut bisa berbalik kontra produktif dengan tujuan pemerintah.
"Tidak diperlukan, bahkan kontra produktif, karena urusan tidak mudah, bertele tele, tahulah administrasi negara, susah mengurusnya. Bisa dipersulit. Bisa muncul kontra pemerintah," ujar Marwan saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (1/12) malam.
Politikus PKB itu mengatakan, pengaturan terhadap majelis taklim terlalu berlebihan. Bila ada majelis taklim yang ajarannya dinilai menyimpang, atau menebarkan intoleransi, maka menurut Marwan cukup perlu diawasi pihak pihak yang bertugas.
seperti kepolisian, intelijen dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
"Udah yang menyimpang saja yang dibuntuti. Itu yang dibina, kalau sudah baik ngapain dibina. Itu terbalik itu cara pemerintah itu," ucap Marwan.
Selama ini, kata Marwan, majelis taklim telah membantu pemerintah dalam membina aqidah dan karakter islam di lingkungan masyarakat. Adanya majelis taklim, kata dia, bahkan membantu program pemerintah tanpa perlu anggaran dari pemerintah.
Adanya satu atau dua majelis taklim yang menyimpang, kata Marwan, tak seharusnya pemerintah memukul rata melalui pengaturan tersebut. "(Yang menyimpang) Itu kan satu dua. Yang lain lain berperan memperkuat aqidah dan pondasi moral," ujarnya.
Sebelumnya Menteri Agama, Fachrul Razi menyatakan, regulasi tersebut akan memudahkan Kemenag dalam mengucurkan bantuan dana kepada majelis taklim. Sebab, menurutnya jika tidak ada regulasi yang mengatur maka tidak bisa memberikan bantuan kepada majelis taklim. Selama ini, menurutnya, belum ada payung hukum yang mengatur tentang majelis taklim di Indonesia.
"Peraturan majelis taklim dibuat supaya kita mudah ngasih bantuan ke mereka. Kalau nggak ada dasar hukumnya kita tidak bisa ngasih bantuan," kata Fachrul.