REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra Supriyanto menanggapi pemaparan yang disampaikan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam rapat dengar pendapat terkait rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang pemutakhiran data dan daftar pemilih. Ia menilai, perubahan yang disampaikan KPU saat ini sudah banyak kemajuan.
"Pertama, masalah jangan sampai dalam satu keluarga terpencar, itu sudah bagus. Perkara itu datang apa nggak, itu tadi kata KPU juga sudah bagus tanya ke bapaknya atau dalam satu keluarga, apakah sudah pindah, meninggal, atau kerja di luar," kata Supriyanto.
Ia menilai, bahwa persoalan data pemilih sejak pemilu ada memang sudah menjadi pokok permasalahan. Oleh karena itu, pencocokan dan penelitian (coklit) perlu tetap dilakukan, namun DP4 tetap dijadikan bahan pertimbangan.
"Ketika ini sudah bagus, maka jangan terlalu bertele-tele. Kalau semua mendasarkan DP4 kerjaan bapak enggak selesai. Coklit ini butuh biaya besar, ya lakukan aja," ujarnya.
Sementara itu, anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar, Zulfikar Arse Sadikin menilai apa yang dilakukan KPU adalah untuk memastikan orang yang punya hak pilih itu terdaftar dalam daftar pemilih, dan orang yang masuk DPT adalah orang yang punya hak pilih. Ia menganggap apa yang dilakukan DPR sampai saat ini terpercaya.
"Saya berani bilang, kita bisa mengutak-ngatik DPT bahkan bisa mempertanyakan DPT karena hadirnya KPU dan Bawaslu. Kita harapkan Kemendagri, KPU, Bawaslu bisa bekerja sama. Jangan sampai ada konflik kewenangan, harus kerja sama," ucapnya.
Komisioner KPU Viryan Aziz menyampaikan ada 11 isu strategis berdasarkan catatan pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan pemilu sebelumnya. Sebelas isu strategis tersebut di antaranya hak memilih bagi pemilih disabilitas, informasi pada DP4, analisis dan sinkronisasi DPT dengan DP4, Tugas PPDP dan PPS dalam kegiatan coklit, kegiatan coklit.
Kemudian penyusunan daftar pemilih, penyampaian dan pengumuman DPS, masukan dan tanggapan terhadap DPS yang diumumkan, pemilih rentan pendataan korban bencana alam, lapas, rumah sakit, kemudian pendaftaran dan perlindungan kerahasiaan data pribadi pemilih, serta status hukum panwas kabupaten/kota. Viryan mengatakan 11 isu strategis tersebut kemudian dikelompokan ke dalam tiga hal.
"Pertama tekait dengan perlindungan hak pilih warga negara. Ini substansinya adalah KPU ingin lebih menjamin beberapa hal yang kemarin terlewati pada saat pilkada serentak sebelumnya, sekarang kami pastikan dapat lebih baik lagi," kata Viryan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (2/12).
Kedua, terkait dengan penguatan hulu data dan proses kegiatan penyusunan daftar pemilihan. Menurutnya, penguatan hulu data tersebut dibuat menjadi lebih detail, dan bertujuan membuat pemilih menjadi lebih nyaman.
"Sebagai contoh secara sederhana ada beberapa masukan pada saat pemilu kemarin, satu keluarga terpisah TPS. Ini sedang kami coba perbaiki untuk Pilkada Serentak 2020 nanti," ujarnya.
Ketiga, yaitu peningkatan keterbukaan data. Ia menuturkan, ada prinsip semakin terbuka kegiatan dalam penyelenggaraan pemilu akan semakin dipercaya publik.
"Nah tiga hal inilah yang menjadi substansi dari perubahan PKPU ini. Hal lain lebih kepada teknis penataan regulasi menyesuaikan dengan beberapa regulasi lainnya," jelasnya.
Perselisihan Data Kemendagri dan KPU