REPUBLIKA.CO.ID, oleh Arif Satrio Nugroho
Wakil Koordinator Bidang Pratama Golkar Bambang Soesatyo akhirnya memutuskan mundur dari kontestasi calon ketua umum Golkar. Kemunduran pria yang kerap disapa Bamsoet itu kemudian diikuti oleh dua bakal calon ketua umum Golkar lainnya, yakni Indra Bambang Utoyo dan Agun Gunandjar.
Di samping Golkar, ketiganya bernaung di organisasi yang sama, yakni Forum Komunikasi Putra Putri Purnawiran TNI - Polri (FKPPI). Pada Selasa (3/12) sore, mereka duduk bersama di Restoran Sate Khas Senayan Pakubuwono, Jakarta Selatan untuk berbicara soal pengunduran diri mereka.
Di rumah makan tersebut, hadir pula sejumlah tokoh Golkar sekaligus FKPPI, sebut saja Ketua Umum FKPPI Pontjo Sutowo, Politikus Golkar Robert Joppy Kardinal, Ahmadi Noor Supit, Nusron Wahid, dan Misbakhun.
Indra Bambang Utoyo hadir paling awal. Ia tampak sedikit gusar mengetahui kemunduran Bamsoet. Sate Ayam yang dihidangkan di meja tak berhenti ia lahap.
"Ini entah marah atau lapar," gurau Wakil Ketua FKPPI ini.
Indra kemudian sempat berhenti makan saat Agun datang dan menyalaminya. Indra kemudian mempersilakan Bendahara Umum FKPPI sekaligus Ketua Timses Bamsoet Ahmadi Noor Supit, membuka pembicaraan. Supit pun mengutarakan bagaimana peran FKPPI dan Golkar tak bisa dipisahkan.
"FKPPI mempersilakan kader terbaiknya menyelamatkan golkar dari perpecahan dan menyelamatkan masa depam Golkar supaya kita kembali menjadi partai yang dipilih rakyat," kata dia.
Atas dasar itulah, Indra, Bamsoet dan Agun maju serentak di kontestasi caketum Golkar. Supit sempat kikuk saat di tengah pembicaraannya Bamsoet tiba tiba hadir. Namun, tak berselang lama, pembicaraan berlanjut.
Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (kanan kedua), bersam Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto (kanan) dan Ketua Penyelenggara Munas Golkar Melchias Marcus Mekeng (kiri) membuka acara Musyawarah Nasional ke-10 Partai Golkar, di Jakarta, Selasa (3/12).
Giliran Indra berbicara. Ia mengaku sempat marah dan kecewa saat Bamsoet mengundurkan diri. Meskipun, Indra ikut mendaftar sebagai bakal calon, diakuinya, cuma Bamsoet yang bisa mengimbangi lawan terkuat, caketum pejawat, Airlangga Hartarto.
"Kami maju tapi sama sama dari sumber organisasi sama, tidak bisa saling menjelekkan. Di ujung kami liat siapa yang pakinh mungkin menghadapi Airlangga. Yang paling mungkin menghadapi Airlangga adalah Bamsoet," ujar Indra yang juga Waketum FKPPI itu.
Meski kecewa, Indra pun menyatakan akan berbesar hati. Asalkan, ia meminta agar Airlangga benar-benar melaksanakan rekonsiliasi. "Sodara Bambang mundur, saya nyatakan, ikut mundur," kata Indra menegaskan.
Agun Gunandjar juga menyatakan mundur. Sikapnya tak jauh berbeda dengan Indra yang meminta Airlangga untuk memberikan ruang bagi semua pihak, khususnya pihak Pro - Bamsoet. Ia mengakui, tanpa rekonsiliasi Bamsoet - Airlangga ini, peluang Golkar pecah sangat terbuka lebar.
"Saya yakin pertarungan tata tertib, siapa pun yang menang, apapun berubah atau tidak berubah, saya yakin Golkar akan belah. Dengan adanya langkah itu, pembelahan itu tidak terjadi. Tapi persoalannya bukan soliditas, tapi jaminan lima tahun ke depan. Kalau itu dipenuhi, oke," ucap Agun.
Ketua FKPPI Pontjo Suwoto ikut berbicara dalam forum tersebut. Ia menyebut calon-calon tersebut 'anak kolong', sebutan bagi putra-putri perwira TNI Polri. Ia pun mengingatkan bagaimana peran anak kolong tak bisa dipisahkan dengan kiprah Golkar.
Ia berharap, rekonsiliasi ini tidak lantas membuat kader FKPPI yang ada di Golkar kemudian dikucilkan. "Kalau (ketua umum) bukan dari FKPPI, kita bisa terima, tapi asal Golkar masih ada benang merah di Golkar, kita mintakan. Saya bilang Bamsoet, kita mintakan, berhasil tidak berhasil, yang penting negosiasi. Jangan sampai ada sentimen, kader (FKPPI) di dalam," ujar Pontjo.
Bamsoet pun berbicara di giliran terakhir. Ia mengaku, keputusan mundur dari caketum ini bukan keputusan mudah. Ia akhirnya bulat untuk mengundurkan diri setelah berkomunikasi dengan Airlangga, serta sejumlah tokoh senior Golkar. Seorang utusan Presiden Joko Widodo juga disebut terlibat dalam pertemuan itu.
"Berat bagi saya, tapi demi persatuan dan kesatuan partai Golkar saya ambil keputusan pahit. Inilah cara kamu dan senior kami menyelesaikan masalah internal kami di partai Golkar," ujar Bamsoet.
Loyalis Bamsoet, Ahmadi Noor Supit mengaku, pada Selasa (3/12) pagi, ia mendampingi Bamsoet untuk bertemu Airlangga Hartarto. Selain Supit, Bamsoet juga didampingi Nusron Wahid. Sementara itu Airlangga didampingi Agus Gumiwang. Ada pula dua tokoh senior Golkar beserta seorang utusan Presiden Joko Widodo.
"Ada utusan presiden di sana. Saya kira, clear-nya di sana dan Pak Luhut sebagai senior Partai Golkar, ketemu dengan Aburizal Bakrie, tapi clear-nya (rekonsiliasi) sudah di tempat bersama Pak Airlangganya tadi pagi," ujar Supit saat ditemui di bilangan Pakubuwono, Jakarta Selatan, Selasa (3/12).
Terkait rincian identitas utusan presiden itu, Supit tak mau berterus terang. Sumber Republika.co.id menyebut utusan tersebut adalah seorang perwira bintang dua yang pernah menjadi ajudan Presiden Joko Widodo. Supit menolak berbicara secara rinci dan hanya tertawa. "Janganlah, kita kan tidak enak," kata dia sembari tertawa.
Supit mengakui, peran utusan tersebut cukup krusial. Bahkan, menurut Supit, perannya lebih krusial dari Luhut Binsar Pandjaitan dalam memoderasi rekonsiliasi Bamsoet dan Airlangga.
"Oh iya (lebih krusial)," kata dia. Lokasi pertemuan antara Tim Bamsoet dan Airlangga itu disebut Supit berada di sebuah restoran, di bilangan Blok M Jakarta Selatan.
Menurut Supit, pertemuan itulah yang membuat Bamsoet akhirnya memutuskan mundur dari kontestasi caketum Golkar. Pengunduran diri Bamsoet di Kantor Kemenko Kemaritiman, bersama Luhut, Airlangga dan Aburizal Bakrie, dinilai Supit hanya berupa pengumuman. "Saya kira itu hanya penyampaian statement saja," ujar Supit.
Usai pertemuan dengan awak media, forum tersebut pun bubar. Sore semakin petang tanda mereka harus segara berangkat ke acara Pembukaan Munas Golkar yang digelar di Hotel Ritz Carlton, Kuningan. Dengan mundurnya, Bamsoet, maka peluang Airlangga untuk aklamasi pun terbuka lebar.
"Ini dapat dikatakan munas selesai," kata Indra Bambang Utoyo menutup.
Terpaan Badai ke Partai Beringin