REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Bersyukur kepada Allah SWT merupakan anjuran kepada setiap Muslim. Rasa syukur muncul beriringan dengan bertambahnya ketakwaan.
Imam Sahl bin Abdillah dalam kitab al-Munir menjelaskan bahwa orang yang bersyukur adalah mereka yang laku kesehariannya semakin mendekat kepada Allah SWT. Baik itu dalam kondisi rahasia maupun terang-terangan.
Beliau berkata: "Wa-syukrillahi hiya al-ijtihad fi badzli at-tha'ati ma'al-ijtinabi lil-ma'shiyati fi sarri wal-alaniyati."
Yang artinya: "Syukur kepada Allah itu adalah dengan bersungguh-sungguh memusatkan perhatian diri untuk mentaati Allah. Serta menjauhi maksiat, baik itu di kala rahasia maupun terang-terangan.”
Artinya, rasa syukur menggenapi setiap hati orang-orang saleh. Syukur berarti pelakunya enggan melangkahkan kakinya untuk menjalankan hal-hal yang dilarang agama. Sebaliknya, orang yang enggan bersyukur akan selalu menjauh dari Allah dengan segala alasannya.
Nikmat yang diberikan Allah kepada hambaNya dan digunakan sebagai ladang kebaikan, maka akan menimbulkan lautan syukur yang menyelimuti kalbu. Rasa syukur pun mendapatkan perlakuan istimewa dari Allah SWT.
Dalam Alquran surah Ibrahim ayat 7 disebutkan:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
"Wa idz taadzana Rabbukum la in syakartum laazidanakum wa la in kafartum inna adzabi lasyadid."
Yang artinya: Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan, 'sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangatlah pedih."