REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Sebagian warga terdampak pembongkaran bangunan di RW 11, Tamansari mempertanyakan status Kota Bandung sebagai Kota Peduli Hak Asasi Manusia (HAM).
Terlebih cara-cara yang dilakukan saat pelaksanaan pembongkaran bangunan terdapat dugaan tindakan kekerasan dan intimidasi ke warga serta dianggap tidak sesuai prosedur, Kamis (12/12).
"Layak gak (Peduli HAM).dengan perlakuan seperti ini (kepada warga)," ujar Sekretaris RW 11, Eva saat ditemui di masjid tempat tinggal sementara warga, Jumat (13/12).
Menurutnya, proses pembongkaran sama sekali tidak diberitahukan kepada warga.
"Ada surat ke RW, isinya seperti SP2 dan SP3 soal pengamanan aset. Kami gak dikasih tahu, tahunya pagi pas banyak polisi dan petugas satpol PP berkeliaran di sekitar RW 11," katanya.
Ia mengungkapkan, warga tidak tahu sama sekali tentang informasi pembongkaran. Surat yang dikirimkan ke RW tidak sampai ketangannya.
Sebuah rumah terbakar saat penggusuran pemukiman di lahan milik Pemkot Bandung yang akan dijadikan Rumah Deret, di kawasan Tamansari, Kota Bandung, Kamis (12/12).
Eva menegaskan, jika lahan di RW 11 bukan aset pemkot. Ia pun kecewa dengan proses land clearing yang tidak terlebih dahulu dilakukan musyawarah dengan warga. Apalagi katanya proses hukum masih berlangsung.
"Dua minggu lagi sidang, izin lingkungan yang digugat," katanya. Ia mengungkapkan saat ini warga memilih bertahan di masjid hingga Wali Kota Bandung bertanggungjawab kepada warga terdampak.
"Wali Kota datang (kemarin) ke RW 12 bukan ke warga di masjid. Intinya tadi malam gak ketemu," katanya. Terkait dengan solusi merelokasi ke rusun Rancacili, ia menegaskan jika kebijakan tersebut bukan solusi.
Termasuk rencana rumah deret yang akan dipakai oleh warga terdampak pun, Eva mengaku pesimis. Sebab tidak terdapat blue print pembangunan dan harus adanya sewa. Ia pun mengatakan terdapat warga yang mengalami tindak kekerasan dari petugas.