Jumat 13 Dec 2019 14:05 WIB

Pelayanan Anak Terintegrasi Tulungagung Jadi Rujukan Cina

Unit Layanan Terpadu Perlindungan Anak di Tulungagung jadi rujukan Cina.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Christiyaningsih
Unit Layanan Terpadu Perlindungan Anak di Tulungagung jadi rujukan China. (ilustrasi)
Foto: Republika TV/Wisnu Aji Prasetiyo
Unit Layanan Terpadu Perlindungan Anak di Tulungagung jadi rujukan China. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  TULUNGAGUNG -- Unit Layanan Terpadu Perlindungan Sosial Anak Integratif (ULT PSAI) di Tulungagung menjadi rujukan negara lain. Pelayanan anak yang terintegrasi itu dianggap mampu menekan kekerasan serta pelecehan anak. Rombongan dari Departemen Kesejahteraan Anak Pemerintah Cina pun datang langsung ke Tulungagung untuk melihat lebih jauh penerapan layanan di sana.

Sekretaris Daerah Kabupaten Tulungagung Sukaji menuturkan masyarakat tidak merasa kesulitan saat memberikan pelaporan maupun upaya deteksi dini terkait kasus kekerasan anak maupun pelecehan seksual di Tulungagung. “Fenomena anak biasanya seputar masalah kekerasan serta trafficking. Sejak lama Tulungagung selalu menghadapi masalah itu. Tapi sekarang sejak ada ULT PSAI bisa mengurangi angka korban,” ujar Sukaji melalui siaran persnya, Jumat (13/12).

Baca Juga

Ancaman kekerasan pada anak memang terjadi karena berbagai faktor. Salah satunya karena status Tulungagung sebagai kantong Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Karena itu muncul dampak pengasuhan dari anak-anak pekerja migran serta tingginya angka perceraian.

“Kami harus bisa cepat dalam hal penanganan kasus pada anak ini. Termasuk semua pihak harus terlibat ikut melakukan pencegahan,” ujar Sukaji.

Saat ini, kata dia, setidaknya ada 39 instansi lintas sektor yang terlibat dalam sistem ULT PSAI. Mulai dari kepolisian, dinas sosial dan perlindungan anak, rumah sakit, dinas pendidikan, sampai organisasi masyarakat. Semuanya terhubung menjadi satu dalam mendeteksi serta menanggani persoalan anak.

“Jadi kalau dulu persoalan anak itu berbasis isu, sekarang sudah berbasis sistem yang terintegrasi bersama,” ujarnya.

Sepanjang 2019, terdapat 177 kasus yang melibatkan anak dan berhasil terdeteksi. Jumlah itu diakui Sukaji memang mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya. Namun, lewat sistem yang dikembangkan sejak 2014 tersebut kasus-kasus yang melibatkan anak mampu dideteksi. Termasuk berbagai persoalan anak lainnya di masyarakat.

“Sehingga banyak masyarakat yang memahami pelayanan. Mereka (keluarga korban) mengetahui siapa saja yang harus diberikan pelaporan jika muncul masalah,” jelasnya. 

Chief of Child Protection Division, Child Welfare Department, Ministry of Civil Affairs China, Yang Jian, menuturkan selama ini UNICEF dan pemerintah China menjadi mitra yang bagus. Apalagi, kondisi yang ada di Indonesia memiliki kesamaan dengan negaranya. Seperti populasi penduduk yang cukup besar dan angka kemiskinan yang juga hampir sama.

“Kami juga memiliki banyak buruh migran yang keluar dari China. Ini ada kemiripan dengan yang terjadi di Tulungagung. Kami ingin belajar kesejahteraan dan perlindungan anak di Tulungagung untuk bisa dikembangkan di China. Penerapan layanan terintegrasi ini bisa menjadi salah satu solusi,” kata Jian.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement