Senin 23 Dec 2019 16:03 WIB

BPOM Temukan Pangan tak Penuhi Ketentuan Rp 3,97 Miliar

BPOM telah melakukan pemeriksaan terhadap 2.664 sarana distribusi pangan.

Red: Friska Yolanda
Petugas BPOM menunjukan pangan Tidak Memenuhi Ketentuan (TMK) hasil pengawasan menjelang hari raya natal dan tahun baru di Jakarta, Senin (23/12).
Foto: Republika/Prayogi
Petugas BPOM menunjukan pangan Tidak Memenuhi Ketentuan (TMK) hasil pengawasan menjelang hari raya natal dan tahun baru di Jakarta, Senin (23/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan produk pangan tidak memenuhi ketentuan senilai Rp 3,97 miliar dari 1.152 sarana distribusi selama Desember 2019. Kepala BPOM Penny K Lukito mengatakan, BPOM melalui 33 Balai Besar/Balai POM dan 40 Kantor BPOM di kabupaten/kota di seluruh Indonesia mengintensifkan pengawasan pangan sejak awal Desember.

Sampai 19 Desember 2019, menurut dia, pemeriksaan telah dilakukan pada 2.664 sarana distribusi pangan. Hasilnya menunjukkan 1.152 (43,24 persen) sarana distribusi tidak memenuhi ketentuan karena menjual produk pangan tanpa izin edar, rusak, dan kedaluwarsa.

Baca Juga

Dalam pemeriksaan tersebut, aparat BPOM dan instansi terkait menemukan 188.768 kemasan (5.415 item) pangan tidak memenuhi ketentuan. Rinciannya, 50,97 persen (96.216 kemasan) pangan ilegal, 42,98 persen (81.138 kemasan) pangan kedaluwarsa, dan 6,05 persen (11.414 kemasan) pangan rusak.

Kepala BPOM mengatakan, intensifikasi pengawasan pangan rutin dilakukan untuk mengantisipasi peredaran produk yang tidak memenuhi syarat sekaligus melindungi masyarakat produk yang berisiko bagi kesehatan. Pada masa libur Natal dan Tahun Baru, produk-produk dengan tingkat permintaan tinggi dan produk impor menjadi sasaran pengawasan.

"Pada waktu-waktu tertentu, seperti menjelang Hari Raya Natal dan Tahun Baru, peredaran pangan cenderung meningkat," katanya.

Dia menambahkan, permintaan produk seperti air minum dalam kemasan, tepung, dan makanan sajian hari raya biasanya meningkat menjelang hari raya. Situasi itu seringkali dimanfaatkan untuk memasarkan produk yang tidak aman atau layak konsumsi, termasuk produk pangan yang tidak punya izin edar, kedaluwarsa, dan rusak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement