REPUBLIKA.CO.ID, oleh Andrian Saputra, Mabruroh, Adinda Pryanka
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) melalui Ketua Umum Said Aqil Siroj belakangan menagih janji mengenai kredit murah Rp 1,5 triliun kepada Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati. Janji penyaluran kredit ini berawal dari memorandum of understanding (MoU) antara pemerintah dan PBNU dan organisasi masyarakat lain dalam APBN 2017.
Ketua PBNU KH Marsudi Syuhud menjelaskan, janji kredit murah Rp 1,5 triliun itu dijanjikan Sri Mulyani ketika mengunjungi PBNU pada periode pertama Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kala pada 2017. Saat itu, menurut Kiai Marsudi, Menkeu berjanji untuk menggerakkan ekonomi masyarakat kecil dengan menyiapkan dana kredit untuk masyarakat melalui koperasi-koperasi NU.
"Setahu saya dulu Menteri Keuangan Jokowi-JK, periode pertama datang ke PBNU dan menyampaikan untuk menggerakan ekonomi masyarakat kecil, UMKM, dan micro finance, akan menyiapkan dana kredit (bukan hibah) kepada masyarakat melalui koperasi-koperasi NU atau kelompok ekonomi kecil, namun praktiknya belum sampai berjalan dengan baik," kata Kiai Masrudi melalui pesan singkat yang diterima Republika.co.id pada Jum'at (27/12).
Sekretaris Jenderal PBNU Helmy Faishal Zaini mengatakan, kredit murah yang diberikan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui program kredit murah ultra mikro tidak sesuai dengan kesepakatan. Yakni, bunga kredit atau pricing yang terlampau tinggi sebesar delapan persen.
"Kami tidak melihat adanya model pembiayaan sebagaimana yang diharapkan kesepakatan diawal, yakni salah satunya pricing pembiayaan bagi pelaku ekonomi mikro sebesar 2 persen sampai di tangan end user. Yang terjadi adalah pricing yang terlalu tinggi sebesar 8 persen bahkan lebih tinggi dari KUR yang berkisar 6 persen," ujar Helmy dalam siaran pers, Kamis (26/12) malam.
PBNU pricing hingga 8 persen itu tidak layak untuk membantu masyarakat kecil untuk menjalankan usaha mikro. Helmy menuturkan, mengenai surat rekomendasi PBNU tertanggal 22 Mei 2017, adalah sebagai tindak lanjut MOU untuk menjawab permintaan data teknis koperasi atau BMT yang akan ikut dalam program. Namun, mengingat rate yang terlalu tinggi, program ini tidak dapat diteruskan.
"Terlebih pemerintah menunjuk tiga channeling sebagai penyalur, yakni Bahana Artha Ventura, PNM dan Pegadaian. Tentu harapan untuk mendapatkan semurah-murahnya kredit mikro menjadi semakin jauh," ujarnya.
Helmy melanjutkan, kerja sama Kemenkeu dengan beberapa pesantren sebagai pilot project juga bukan bagian dari kerja sama yang diharapkan. Di mana LPNU yang ditunjuk untuk melakukan pendampingan program pun tidak lagi diajak untuk terlibat aktif.
"Dengan demikian tim yang telah dibentuk oleh LPNU pun tidak dapat melakukan monitoring dan evaluasi ataupun upaya peningkatan kapasitas yang sejak awal sesungguhnya sudah dirancang guna menumbuhkan dan menggairahkan para pelaku ekonomi mikro," kaga Helmy.
Harapan untuk terwujudnya kredit semurah-murahnya menurutnya adalah impian besar bagi PBNU. Hal ini merupakan upaya untuk mengawal dan memberi pelayanan kepada umat terutama dalam program pemberdayaan ekonomi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani (kedua kiri) berbincang dengan Mendikbud Nadiem Makarim (kiri) Menteri PUPR Basuki Hadimuljono (kedua kanan) dan Mensesneg Pratikno (kenan) sebelum mengikuti rapat kabinet terbatas yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat (27/12/2019).
Tanggapan Sri Mulyani
Menkeu Sri Mulyani memberikan tanggapan atas janji yang ditagih oleh PBNU. Menurut Sri, pemerintah melalui Kemenkeu sudah menyalurkan Rp 211 miliar untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang berafiliasi dengan NU.
Aliran dana tersebut diberikan melalui Pusat Investasi Pemerintah (PIP), badan investasi yang mengelola anggaran Rp 1,5 triliun untuk pelaksanaan program Usaha Ultra Mikro (UMi), termasuk UMKM di bawah NU. Setidaknya terdapat lima koperasi afiliasi NU yang sudah menerima dana tersebut.
"Salah satunya Koperasi Sidogiri," ujar Sri ketika ditemui di kantornya, Jakarta, Kamis (26/12).
Dalam tahapan penyaluran, Sri mengatakan, PBNU kemudian meminta agar Kemenkeu memperluas cakupan. Sebab, Koperasi Sidogiri diketahui sudah well established dengan sistem dan unit usaha yang sudah maju. Masyarakat NU yang masuk di dalam koperasi itu juga telah memiliki sistem pembukuan ekonomi yang sangat baik.
Tetapi, Sri menjelaskan, tidak semua koperasi di bawah afiliasi NU memiliki kualitas sebagus Koperasi Sidogiri. Sebagai solusinya saat itu, PBNU meminta kepada Kemenkeu untuk mengalirkannya langsung kepada masyarakat melalui pondok pesantren (ponpes).
Karena ponpes bukan unit ekonomi, Kemenkeu memutuskan menyalurkannya kepada beberapa individu secara langsung. Sayangnya, dalam proses penyaluran, pemberian kredit dengan skema itu tidak dapat membantu pertumbuhan ekonomi secara signifikan. Salah satu penyebab yang disebutkan Sri adalah minimnya pendampingan dan dukungan terhadap individu penerima kredit.
Ke depannya, Sri berkomitmen, Kemenkeu akan mencoba mengakomodasi perubahan skema penyaluran kredit yang diminta PBNU dengan tetap memperhatikan rambu-rambu dan tata kelola. Pasalnya, perubahan skema penyaluran UMi dalam APBN tidak dapat dilakukan secara langsung mengingat masuk ke dalam pos investasi.
"Harus rollover. Beda dengan hibah yang diberikan seperti PKH (Program Keluarga Harapan) yang kita berikan ke keluarga yang tidak mampu," katanya.
Sri menjelaskan, penyaluran kredit ini berawal dari MuU antara pemerintah dengan PBNU dan organisasi masyarakat lain dalam APBN 2017. Saat itu, pemerintah mengalokasikan dana Rp 1,5 triliun untuk mendukung penguatan para pengusaha di level ultramikro, yaitu yang tidak memiliki akses kepada pembiayaan. Di dalamnya termasuk level grassroot yang ada di dalam afiliasi dengan organisasi kemasyarakatan seperti NU.
Operasionalisasi dari anggaran tersebut dilakukan dengan menyalurkan kredit ultramikro melalui beberapa lembaga atau channeling. Yakni, PT Bahana Artha Ventura, PT Permodalan Madani Nasional dan PT Pegadaian. Termasuk juga melalui PIP sebagai Badan Layanan Umum (BLU) di bawah Kemenkeu yang sudah menyalurkan ke lima koperasi terafiliasi dengan PBNU.
Sri mengakui, menyalurkan kredit ultramikro tidak mudah. Salah satu tantangan paling berat adalah jumlah pengusaha yang banyak, namun volume kredit kecil.
"Ini alasannya, kenapa kita membutuhkan banyak sekali intermediary (perantara keuangan) yang baik," ucapnya.
Tetapi, Sri memastikan, pihaknya terus mendukung untuk meningkatkan ekonomi rakyat. Intervensi akan dilakukan dari berbagai hal, termasuk penyaluran kredit ultramikro, pembangunan infrastruktur, pemberian dana desa ataupun sumbangan lain yang diberikan kepada masyarakat di kelas akar rumput. Khususnya terhadap mereka yang sulit mendapatkan akses pembiayaan.
[video] Hari Santri, PBNU: Santri Harus Mendapat Pengakuan Negara