Jumat 27 Dec 2019 19:39 WIB

Tim Advokasi: Ungkap Aktor Penyerang Novel

Tim Advokasi meminta polisi memastikan pelaku yang ditahan bukan orang pasang badan.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Teguh Firmansyah
Karopenmas Mabes Polri Kombes Argo Yuwono (kedua kanan) dan Kabid Humas Polda Metro Jaya Yusri Yunus (ketiga kanan) memberikan keterangan saat konferensi pers terkait tersangka penyiraman penyidik senior KPK, Novel Baswedan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat, (27/12).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Karopenmas Mabes Polri Kombes Argo Yuwono (kedua kanan) dan Kabid Humas Polda Metro Jaya Yusri Yunus (ketiga kanan) memberikan keterangan saat konferensi pers terkait tersangka penyiraman penyidik senior KPK, Novel Baswedan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat, (27/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Advokasi Novel Baswedan mendesak agar kepolisian segera mengungkap aktor kasus penyerangan penyidik senior KPK tersebut.

Salah satu perwakilan Tim Advokasi, Kurnia Ramadhani menilai, sejak awal jejak-jejak keterlibatan anggota Polri dalam kasus ini sangat jelas, salah satunya adalah penggunaan sepeda motor anggota kepolisian.

Baca Juga

"Kepolisian harus segera mengungkap jenderal dan aktor intelektual lain yang terlibat dalam kasus penyiraman dan tidak berhenti pada pelaku lapangan," tegas Kurnia dalam keterangannya, Jumat (27/12).

Menurutnya, hasil Tim Gabungan Bentukan Polri dalam temuannya menyatakan serangan kepada Novel berhubungan dengan pekerjaannya sebagai penyidik KPK. KPK menangani kasus-kasus besar, sesuai UU KPK. Dengan begitu tidak mungkin pelaku hanya berhenti pada dua orang ini.

"Oleh karena itu perlu penyidikan lebih lanjut hubungan dua orang yang saat ini ditangkap dengan kasus yang ditangani Novel/KPK," ujarnya.

Kemudian, lanjut dia, Kepolisian harus mengungkap motif pelaku yang tiba-tiba menyerahkan diri, apabila benar bukan ditangkap. Kemudian harus dipastikan bahwa yang bersangkutan bukanlah orang yang "pasang badan" untuk menutupi pelaku yang perannya lebih besar.

"Oleh karena itu  Polri harus membuktikan pengakuan yang bersangkutan bersesuaian dengan keterangan saksi-saksi kunci di lapangan," ucapnya.

Hal ini diperlukan karena terdapat kejanggalan-kejanggalan seperti adanya SP2HP tertanggal 23 Desember 2019 yang menyatakan pelakunya belum diketahui dan sangat berbeda dengan berita hari ini yaitu kedua polisi tersebut menyerahkan diri atau ditangkap.

Menurut Tim Advokasi, temuan polisi seolah-olah baru sama sekali. Misal apakah orang yang menyerahkan diri mirip dengan sketsa-sketsa wajah yang pernah beberapa kali dikeluarkan Polri. Sehingga, Polri harus menjelaskan keterkaitan antara sketsa wajah yang pernah dirilis dengan tersangka baru.

Kurnia melanjutkan, ketidaksinkronan informasi dari Polri yang mengatakan belum diketahuinya tersangka dengan pernyataan Presiden yang mengatakan akan ada tersangka menunjukkan cara kerja Polri tidak terbuka dan profesional dalam kasus ini.

Menurutnya, korban, keluarga dan masyarakat berhak atas informasi terlebih kasus ini menyita perhatian publik dan menjadi indikator keamanan pembela HAM dan anti korupsi.

" Polisi juga harus mengusut tuntas teror lainnya yang menimpa Pegawai maupun Pimpinan KPK periode sebelumnya (teror bom di rumah Agus Rahardjo dan Laode M Syarif)," tegasnya.

Selain itu, Presiden perlu memberikan perhatian khusus atas perkembangan teror yang menimpa Novel. Dan jika ditemukan kejanggalan maka Presiden harus memberikan sanksi tegas kepada Kapolri.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya