REPUBLIKA.CO.ID, TEHRAN — Pemerintah Iran tidak mengharapkan negara di kawasannya untuk berperang melawan Amerika Serikat. Menurut Menteri Luar Negeri Iran, Mohammad-Javad Zarif, negara kawasan tidak harus mengorbankan negara tetangga demi menghadapi Amerika.
Zarif membuat pernyataan itu saat berbicara di hadapan wartawan di sela-sela acara Forum Dialog Tehran yang diselenggarakan dengan partisipasi Menteri Luar Negeri Oman Yousef bin Alavi bersama mantan Presiden Afghanistan Hamid Karzai di Tehran, Selasa. Negara yang bersebelahan dengan Iran adalah Turki, Irak, Azerbaijan, Turkmenistan, Afghanistan, dan Pakistan, sedangkan Uni Emirat Arab berada di seberang Teluk Persia.
Saat mengomentari isu regional, Zarif mengatakan bahwa wilayahnya memiliki dua persoalan, yakni dari dalam dan dari luar. Zarif menyebut, kasus terbunuhnya Jenderal Qassem Soleimani dengan gamblang menunjukkan kepada dunia bahwa Presiden AS Donald Trump memiliki penasihat yang keliru.
"Ini jelas bahwa mereka yang menasihati Trump untuk melakukan aksi pembunuhan tadi tidak mengetahui kepentingan yang lebih besar," ujar Zarif sebagaimana diberitakan Kantor Berita IRNA pada Selasa (1/7).
Mengenai persoalan dalam negeri Iran, Zarif memberi contoh adanya pihak yang beranggapan bahwa persoalan keamanan dapat dibeli. Menurutnya hal itu tidak tepat karena yang dapat dibeli adalah persenjataan, bukan perdamaian.
Lebih lanjut, Zarif mengatakan, tak ada yang mengetahui lebih baik dari Amerika bahwa mereka telah meletakkan wilayahnya dan sekutunya dalam bahaya.
“Apakah AS berunding dengan sekutu sebelum melakukan aksi teror, sebelum mereka membahayakan sekutunya? Jika kawan Iran tak berpikir tentang permasalahan ini, mereka akan melihat semuanya berada dalam permasalahan besar pada masa yang akan datang.
Zarif menjelaskan, apa yang AS sudah ketahui sebelumnya tak menyelesaikan persoalan Palestina yang hingga detik ini berada dalam belenggu penjajahan Israel. Hanya miliaran dolar AS hilang dan masuk ke kantong Barat. Minyak Amerika akan digantikan dengan minyak-minyak dari kawasan Timur Tengah.
Solusi yang harus menjadi kesepakatan, menurut Zarif, adalah mengakui dan menghormati kedaulatan dan integritas wilayah berdasarkan piagam PBB. Setelah itu adalah langkah nonagresi.
“Ini tidak membutuhkan pemikiran yang dalam,” katanya.
Setelah itu, hubungan baik dapat berlanjut dalam bidang pariwisata, ekonomi, korporasi, pelucutan senjata, dan kunjungan pangkalan militer. Bahkan kerja sama dapat dibangun untuk proyek energi nuklir, seperti pengayaan uranium. Negara kawasan akan menyaksikan bahwa Amerika akan meninggalkan mereka.
Terkait keberadaan pasukan AS di dekat Iran, Zarif menjelaskan, bahwa napas Amerika di kawasan dapat dihitung. “Darah Jenderal Soleimani akan mengusir prajurit AS dari kawasan. Jadi tak ada seorang pun yang harus bertaruh untuk kehilangan ‘kudanya’,” kata Zarif.
Ketegangan antara AS dan Iran terjadi sejak terbunuhnya Qassem Soleimani di Bandara Internasional Baghdad, Irak, pada Jumat pekan lalu. Dia tewas akibat serangan drone atau pesawat nirawak AS yang membidik konvoi Popular Mobilization Forces (PMF), pasukan paramiliter Irak yang memiliki kedekatan dengan Iran.
Presiden AS Donald Trump memerintahkan langsung serangan tersebut. Dia menuding Soleimani memiliki rencana yang membahayakan para diplomat dan pasukan AS di Irak serta kawasan Timur Tengah. Presiden Iran Ayatollah Ali Khamenei berjanji akan membalas kematian perwira tinggi andalannya itu.