Rabu 08 Jan 2020 09:00 WIB

Kebakaran Hutan Australia Bunuh 25 Ribu Koala

Kebakaran hutan diperkirakan telah menewaskan ribuan koala

Rep: Dwina Agustin/ Red: Christiyaningsih
Petugas Suaka Margasatwa Adelaide  Simon Adamczyk menggendong koala yang mengalami luka bakar di hutan dekat  Cape Borda di Kangaroo Island, Adelaide, Australia, Selasa (7/1).
Foto: AAP Image/David Mariuz/via REUTERS
Petugas Suaka Margasatwa Adelaide Simon Adamczyk menggendong koala yang mengalami luka bakar di hutan dekat Cape Borda di Kangaroo Island, Adelaide, Australia, Selasa (7/1).

REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Para ahli ekologi mengkhawatirkan masa depan satwa liar yang unik dan terancam punah di Pulau Kanguru. Kebakaran hutan diperkirakan telah menewaskan ribuan koala.

Kebakaran pulau di Australia Selatan telah menghanguskan 155 ribu hektare atau sekitar sepertiga dari seluruh wilayah pulau. Api terkonsentrasi di daerah barat yang kaya akan keanekaragaman hayati.

Baca Juga

Pemilik bersama Taman Margasatwa Kangaroo Island Sam Mitchell mengatakan penduduk telah mengirimkan hewan yang terluka kepada mereka, termasuk sekitar 50 koala. "Setidaknya sepertiga dari apa yang telah dibawa masuk kita harus menidurkan kembali sayangnya," katanya merujuk pada koala yang mati.

"Kami melihat banyak luka bakar di tangan dan kaki, kuku-kuku jari saya mencair. Untuk beberapa luka bakar terlalu ekstrem," kata Mitchell.

Kanguru yang terluka, walabi, dan possum kerdil juga telah dibawa ke wilayah Taman Margasatwa untuk pengobatan. Taman Margasatwa pun sedang dalam proses menyiapkan area perawatan yang lebih besar untuk bisa menampung lebih banyak hewan yang terluka.

Koala diperkenalkan ke pulau itu pada 1920 sebagai tanggapan terhadap penurunan jumlah di daratan Australia dari perdagangan bulu. Koala yang diperkenalkan bebas dari klamidia atau penyakit yang lazim di antara populasi daratan yang dapat menyebabkan kebutaan, infertilitas, dan kematian.

Koala tumbuh subur di pulau itu dan ada program pemerintah untuk mengurangi jumlahnya. Mitchell mengatakan beberapa penduduk pulau menganggap koala sebagai hama karena jumlahnya meningkat hingga 50 ribu dan kebakaran diperkirakan akan memangkas setengahnya.

Kekhawatiran terbesar atas kebakaran ini membunuh hewan terancam punah seperti tikus yang berkantung di Pulau Kanguru dan kakatua hitam mengkilap. Kakatua hitam telah menjadi subjek kerja konservasi masyarakat selama dua dekade. Masyarakat mencoba mengembangkan dari jumlah terendah 150 di tahun 1990-an hingga mencapai 400 dalam hitungan terakhir.

"Banyak tempat makan utama dan tempat berkembang biak di pantai utara (Pulau Kanguru) telah hilang," kata ilmuwan yang meneliti burung-burung di Universitas Queensland Daniella Teixeira dikutip dari The Guatdian.

Gabriel Crowley dari Pusat Keanekaragaman Hayati dan Ilmu Konservasi di Universitas Queensland telah bekerja di proyek kakatua selama 22 tahun. Dia mengatakan ada harapan setidaknya satu kawanan mungkin lolos dari kebakaran ke Dudley Peninsular di timur laut, tetapi informasi masih buram karena kemungkinan burung-burung itu kesulitan menemukan makanan.

Kebakaran telah terjadi pada awal musim kawin ketika beberapa betina akan duduk di atas telur dan enggan untuk terbang. "Mereka memiliki beberapa tempat untuk bersarang dan kehilangan persediaan makanan mereka. Kelangsungan hidup mereka akan tergantung pada upaya pemulihan yang intensif," kata Crowley.

Kebakaran di Pulau Kanguru dimulai dengan sambaran petir di Taman Nasional Flinders Chase. Sebanyak dua orang  meninggal dunia dalam kebakaran di pulau sepanjang 160 kilometer itu dan industri pertanian dan pariwisata pun menjadi kacau.

Organisasi Kangaroo Island Land for Wildlife memiliki delapan lokasi di tanah pribadi yang melindungi beberapa spesies yang terancam punah. Termasuk dunnart, goannas, echidnas, bandikut, dan kakatua hitam yang mengkilap. Ahli ekologi di Land for Wildlife Heidi Groffen mengatakan, delapan lokasi terbakar secara luas. Kamera yang digunakan untuk pemantauan telah meleleh.

Goffen mengatakan mereka sudah mencoba untuk pergi ke lokasi konservasi untuk menemukan apakah ada wilayah yang tidak terbakar di mana kelinci dan spesies lain mungkin selamat. "Kami berusaha untuk menjadi positif," katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement