REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Televisi Prancis memberikan penghargaan kepada seorang Muslim bernama Lassana Bathily yang menjadi penyelamat saat peristiwa serangan terhadap warga Yahudi pada 2015. Lima tahun yang lalu terjadi serangan terhadap warga Yahudi di Paris, Prancis.
Serangan itu terjadi di sebuah pasar swalayan kosher (produk halal Yahudi) pada 7-9 Januari 2015. Setidaknya 17 orang tewas, termasuk empat pria yang disandera oleh seorang penembak bernama Amedy Coulibaly. Serangan itu berkaitan dengan aksi pembantaian di kantor mingguan satire Prancis Charlie Hebdo.
Kini, TV Prancis telah menyiarkan sebuah film dokumenter tentang pekerja imigran Mali itu yang membantu pembeli di pasar swalayan melarikan diri ke tempat yang aman. Film berjudul Lassana Bathily: A Hero Despite Himself itu disiarkan pada Selasa malam di Channel 2 Prancis berkenaan dengan memperingati tahun kelima tragedi itu.
Lassana Bathily merupakan subjek penyelamat yang difilmkan. Ia bekerja sebagai asisten di pasar Hyper Cacher di Paris timur. Bathily adalah seorang Muslim. Ia dengan berani mengantar pelanggan yang ketakutan ke gudang bawah tanah dan menyuruh mereka tetap tenang dan diam.
Bathily lantas menghubungi polisi di luar dengan menyelinap keluar dari gedung melalui jalan keluar darurat. Karena dianggap kaki tangan Coulibaly, Bathily ditangkap oleh polisi yang memborgolnya selama 90 menit berikutnya.
Hingga akhirnya ia meyakinkan polisi bahwa ia berusaha membantu para sandera. Berkat informasi tentang tata letak toko yang disediakan Bathily, polisi dapat mengakhiri pengepungan tanpa membahayakan sandera.
"Kami adalah saudara. Ini bukan masalah orang Yahudi, Kristen atau Muslim. Kita semua berada di kapal yang sama, kita harus saling membantu untuk keluar dari krisis ini," kata Bathily, dilansir di Algemeiner, Rabu (8/1).
Dalam film dokumenter tersebut, Bathily menggambarkan fakta ia dan Coulibaly berasal dari Mali. Ia mengatakan, ia datang ke Prancis pada usia 15 tahun menyusul ayahnya dan kemudian pergi bekerja.
"Antara Amedy Coulibaly dan aku, satu-satunya perbedaan adalah dia lahir di Prancis, sedangkan aku lahir di Mali. Kami berbicara dalam bahasa yang sama, kecuali ia mendapat manfaat dari pendidikan Prancis dan saya dari pendidikan Afrika," ujarnya.
Di salah satu bagian film, Bathily mengunjungi kerabatnya di Mali. Salah satu produsen film dokumenter, Pierre-Olivier François, menuturkan faktanya mereka bisa pergi bersama ke desa Bathily di Afrika. Sebab, kata dia, mereka memahami seberapa besar Bathily terpengaruh oleh pendidikannya.
"Dia memiliki keluarga dan orang tua yang memberinya nilai-nilai yang kuat. Dia mengatakan bahwa agamanya membantu dia membuat pilihan yang tepat ketika itu diperlukan," kata Francois.
Sebelas hari setelah aksi kepahlawanannya, Bathily dinaturalisasi sebagai warga Prancis. Saat ini, ia bekerja di Departemen Olahraga Balai Kota Paris.