REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan, pihaknya akan membedah lebih dari 5.000 transaksi keuangan untuk mengungkap kasus dugaan korupsi yang terjadi di PT Asuransi Jiwasraya. Burhanuddin mengatakan, Kejaksaan Agung tak mau terburu-buru menetapkan tersangka dalam kasus tersebut.
"Kita akan membedah bahwa ini ada transaksi-transaksi yang transaksinya melebihi dari 5.000 transaksi," ujar Burhanuddin di Jakarta, Rabu (8/1).
Burhanuddin mengatakan pembedahan itu dilakukan untuk mencari transaksi-transaksi mencurigakan yang dilakukan oleh perusahaan asuransi pelat merah itu. "(Dicari) mana transaksi bodong, mana transaksi digoreng, mana transaksi yang benar," katanya.
Dalam proses pembedahan transaksi tersebut, Kejaksaan Agung juga telah meminta bantuan kepada sejumlah instansi, yakni Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Lebih lanjut Burhanuddin mengatakan Kejaksaan Agung hingga saat ini belum menetapkan tersangka atas kasus Jiwasraya lantaran masih menunggu proses pembedahan 5.000 transaksi tersebut.
"Jadi kami bedah dulu yang transaksi yang lima ribu ini jangan sampai salah menetapkan tersangka. Kita tidak bisa melakukan hal dengan gegabah karena yang akibatnya tidak baik, jadi tolong kami dikasih waktu, nanti kami akan sampaikan," ujarnya.
Sebelumnya, Burhanuddin menemukan adanya dugaan korupsi di PT Jiwasraya. Jaksa Agung telah mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan Kasus Jiwasraya dengan Nomor: Trim 33/F2/Fd2/12 tahun 2019 tertanggal 17 Desember 2019.
PT Asuransi Jiwasraya (Persero) telah banyak melakukan investasi pada aset-aset dengan risiko tinggi untuk mengejar keuntungan tinggi, diantaranya penempatan saham sebanyak 22,4 persen senilai Rp5,7 triliun dari aset finansial. Sejumlah 5 persen dana ditempatkan pada saham perusahaan dengan kinerja baik, sisanya 95 persen dana ditempatkan di saham yang berkinerja buruk. Selain itu, penempatan reksa dana sebanyak 59,1 persen senilai Rp14,9 triliun.
Sebanyak 2 persen dikelola oleh manajer investasi dengan kerja baik. Sementara 98 persen dikelola oleh manajer investasi dengan kinerja buruk. Akibatnya, PT Asuransi Jiwasraya sampai hingga Agustus 2019 menanggung potensi kerugian negara sebesar Rp13,7 triliun.