Kamis 09 Jan 2020 05:52 WIB

Produksi Gula 2020 Berpotensi Menurun

Cuaca kemarau yang panjang selama 2019 menjadi penghambat proses penanaman tebu.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolanda
Foto udara lahan tebu di Desa Harjosari, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Ahad (7/6). Produksi gula tebu tahun 2020 diprediksi mengalami penurunan dari total produksi sepanjang tahun 2019 karena cuaca ekstrem.
Foto: ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah
Foto udara lahan tebu di Desa Harjosari, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Ahad (7/6). Produksi gula tebu tahun 2020 diprediksi mengalami penurunan dari total produksi sepanjang tahun 2019 karena cuaca ekstrem.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Produksi gula tebu tahun 2020 diprediksi mengalami penurunan dari total produksi sepanjang tahun 2019 lalu. Cuaca kemarau yang panjang selama 2019 menjadi penghambat proses penanaman tebu. Alhasil, dampaknya diperkirakan akan dirasakan pada tahun ini.

Direktur Tanaman Semusim dan Rempah, Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian, Agus Wahyudi mengatakan penanaman tebu di lahan kering biasa dilakukan pada bulan Oktober-Desember. Namun, terganggu akibat musim hujan yang baru tiba di bulan Desember.

Kondisi itu menyebabkan banyak ratoon atau tanaman tebu hasil tebangan yang kering dan rusak akibat tidak mendapat pasokan air yang cukup. "Jadi perkiraan 2020 turun lagi. Kemarau 2019 panjang jadi banyak tanaman kering. Ratoon banyak yang rusak," kata Agus di Kementerian Pertanian, Rabu (8/1).

Akibatnya, mau tidak mau harus dilakukan penanaman tebu dari awal kembali dan membuang ratoon yang rusak. Agus juga mengatakan bahwa lahan tebu pada tahun ini kemungkinan mengalami penurunan. Ia tak menjelaskan lebih detail kemungkinan penyebab turunnya luas area lahan.

Sebagai informasi, produksi gula kristal putih (GKP) tahun 2019 mencapai 2,22 juta ton dari total luas lahan 411 ribu hektare. Meskipun produksi tersebut tak mencapai target awal sebanyak 2,54 juta ton, namun tetap lebih tinggi 2018 sebanyak 2,17 juta ton.

Ia mengatakan bahwa tahun ini memang akan ada dua pabrik gula baru. Yakni PG Muria Sumba Manis di Sumba, Nusa Tenggara Timur, dan PG Pratama Nusantara Sakti di Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Namun, pabrik gula baru setidaknya membutuhkan minimal tiga tahun untuk mulai memproduksi GKP yang siap dikonsumsi.

Meski demikian, Kementan terus membuka pintu bagi para investor yang berminat membangun pabrik gula di Indonesia. Agus menuturkan bahwa telah ada tiga investor yang berminat membangun pabrik gula dengan kapasitas tahap pertama 6.000 ton cane per day. Dua di antaranya direncanakan berlokasi di Seram Barat dan Kepulauan Tanimbar, Maluku.

"Itu lahannya sudah pasti. Tapi lahannya dulu yang dikembangkan supaya saat pabrik selesai dibangun, langsung bisa giling tebu," ujarnya.

Agus menyebut, rata-rata nilai investasi pabrik gula antara Rp 1,5 hingga Rp 2,5 triliun. Harus diakui bahwa investasi pembangunan pabrik gula sangat besar dan membutuhkan waktu yang lama untuk kembali modal. Karena itu, Kementan akan terus mendorong program tebu rakyat agar bisa mengimbangi kebutuhan tebu di masa mendatang dan masyarakat memperoleh dampak ekonomi.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement