Jumat 10 Jan 2020 19:18 WIB

Harga Cabai Terus Melonjak, Pedagang Mengaku Rugi

Penyebab utama melonjaknya harga cabai karena stok yang sedikit.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Ani Nursalikah
Harga Cabai Terus Melonjak, Pedagang Mengaku Rugi
Foto: Fakhri Hermansyah
Harga Cabai Terus Melonjak, Pedagang Mengaku Rugi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikatan Pedagang Pasar Tradisional (Ikappi) mengaku mengalami kerugian sejak awal Januari karena harga cabai terus melonjak.

"Kalau harga terus tinggi, modal yang dikeluarkan juga besar, sedangkan modal kami terbatas. Jadi kalau harga naik, kami tidak beli dan jual terlalu banyak, risikonya keuntungan sedikit," ujar Ketua Umum Ikappi Abdullah Mansuri saat dihubungi Republika.co.id pada Jumat, (10/1).

Baca Juga

Hanya saja, ia belum bisa menyebutkan berapa total kerugiannya. Sebab, setiap pedagang memiliki kapasitas permodalan berbeda.

"Ada yang masih tetap berbelanja sebagaimana mestinya. Ada yang belanjakan setengah dari modalnya, kebiasaan mereka cukup hanya menjual 50 persennya, misal biasanya jual satu kilogram sekarang cuma setengah kilogram karena modal tinggi," kata Abdullah.

Dia menyebutkan, di sekitar Jabodetabek hari ini harga cabai rawit merah menembus Rp 80 ribu per kilogram (Kg). Sementara harga cabai merah TW sudah Rp 70 ribu lebih per Kg.

Menurutnya, penyebab utama melonjaknya harga cabai karena stok yang sedikit. "Misal, biasanya masuk per hari 50 ton. Sekarang hanya 25 ton per hari. Setengahnya," ujar dia.

Sedikitnya stok, menurut Abdullah, berkaitan dengan suplai petani ke pasar. "Maka saya tanya ini ke Kementan (Kementerian Pertanian) karena mereka yang tahu stoknya, tapi Kementan malah kasih statement harga cabai siap turun, namun kenyataannya malah naik," katanya.

Ia menjelaskan, harga cabai di Jabodetabek berbeda dengan di berbagai daerah pinggiran yang masih sekitar Rp 50 ribuan per Kg. Alasannya, kebutuhan di daerah tidak sebesar di Jabodetabek. Selain itu kebutuhan di daerah biasanya dipenuhi lewat produk komunitas petani cabai di wilayah tersebut.

Sementara, kebutuhan cabai Jabodetabek rutin diambil dari Jawa Tengah dan Jawa Barat. "Kalau produksi terganggu, otomatis stok Jabodetabek kecil," kata dia.

Abdullah menyebutkan, sebanyak 35 persen lebih dari kebutuhan nasional berada di Jabodetabek. "Jadi memang ini harus terpenuhi, kalau nggak, secara nasional gejolak terus tinggi dan risiko besar, ini psikologi pasar," ujarnya.

Dia pun tidak bisa memprediksi kapan suplai cabai akan membaik dan harga turun. Hanya saja Abdullah berharap, ada pemetaan wilayah produksi sehingga bisa diketahui mana penghasil cabai terbesar, lalu dilakukan subsidi silang ke Jabodetabek. Dengan begitu harga bisa ditekan.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement