REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Kasus gagal bayar polis asuransi nasabah Jiwasraya terus bergulir. Para nasabah menagih janji terkait pencairan klaim kepada perusahaan asuransi plat merah tersebut.
PT Asuransi Jiwasraya (Persero) mengalami gagal bayar kepada nasabah terkait produk investasi Saving Plan. Produk tersebut merupakan asuransi jiwa berbalut investasi hasil kerja sama dengan sejumlah bank sebagai agen penjual.
Perwakilan nasabah Jiwasraya, Hornady Setiawan mengatakan, dirinya bersama para nasabah lainnya hanya menginginkan penjadwalan secara jelas pencairan klaim polis asuransi. Sebab, semestinya pencairan klaim polis asuransi sudah direalisasikan sejak Oktober 2018 lalu.
“Kita sebagai korban cuma berharap uang kita cepat dikembalikan. Walaupun pemerintah belum bisa bayar sekarang, setidaknya pemerintah (Jiwasraya) memberikan pernyataan jadwal pembayaran yang jelas. Misal mau dicicil berapa kali ada jadwalnya. Sekarang belum ada jadwalnya masih sebatas omongan saja,” ujarnya ketika dihubungi Republika, Jumat (17/1).
Menurutnya, selama ini para nasabah sudah mengikuti arahan yang diberikan pihak Jiwasraya agar tidak gaduh mengenai pencairan klaim polis asuransi. Namun, hingga sekarang pencairan klaim polis asuransi juga belum direalisasikan.
“Sudah setahun belum juga dicairkan, sebelum masa pilpres kita sudah menunggu. Kita sudah melakukan apa yang disuruh Pokja empat yaitu jangan gaduh dulu menjelang pilpres tapi sekarang semuanya masih sebatas mulut saja. Meskipun presiden juga sudah turun tangan menyelesaikan kasus ini,” ucapnya.
Ke depan, diharapkan adanya instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengenai reformasi industri asuransi dapat menjadi jawaban permasalahan asuransi tertua ini. Setidaknya, sebagai langkah awal dibuatkan perjanjian hitam di atas putih mengenai jadwal pencairan klaim polis asuransi secara jelas.
“Hal itu yang membuat nasabah kita tunggu, mana hitam putihnya karena polis kita di atas hitam putih ada materainya. Jatuh tempo harus dibayar, itu saja dilanggar tidak tepati padahal kontrak hukum di dalam polis,” ucapnya.
“Kita butuh sebuah kepastian dari pemerintah, penjadwalan pencairan kejelasan ada aturan hitam putih. Selama ini pihak Jiwasraya hanya memberikan pernyataan tergantung pembicaraan pihak terkait, ketersediaan dana dan menunggu holding,” ucapnya.
Semenjak kasus Jiwasraya membuat ketakutan Hornady menyimpan dananya ke industri keuangan di dalam negeri. Bahkan, dirinya enggan menaruh dana pada perbankan nasional.
“Adanya kasus ini membuat ketakutan saya menaruh dana ke industri asuransi,” ucapnya.
Menurutnya, selama ini kebutuhan investasi dialihkan ke bidang properti, emas atau investasi lainnya. Penyimpanan uang ke bank hanya dilakukan untuk kebutuhan sehari-hari saja.
“Sekarang saya juga tidak mau menaruh uang ke bank, hanya seperlunya saja kebutuhan sehari-hari,” ucapnya.