REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG – Kerusakan hutan dan lingkungan di wilayah Lampung menjadi penyebab utama bencana yang terjadi selama ini. Berdasarkan data Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, saat ini sekitar 37,42 persen kawasan hutan di Lampung rusak. Kerusakan terjadi tidak saja hutan produksi, akan tetapi merambah kawasan hutan produksi, hutan lindung, dan hutan konservasi.
Rektor Universitas Bandar Lampung Yusuf Barusman mengatakan, bencana alam kerap terjadi akibat rusaknya hutan dan lingkungan. Sebab itu, tidak ada cara lain mengatasinya selain memperbaiki hutan dan lingkungan yang rusak tersebut dengan mengembalikan fungsi hutan sebagai daerah resapan air.
“Kerusakan hutan dan lingkungan merupakan tangung jawab bersama antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat. Maka, sinergitas ketiga pihak tersebut dalam upaya konservasi sumberdaya hutan dan lingkungan sangat dibutuhkan,” kata Yusuf dalam keterangan persnya di Bandar Lampung, Senin (20/1).
UBL bekerja sama dengan PWI Lampung akan membedah kerusakan hutan di Lampung dan dampaknya, serta mencari solusi bersama untuk mencegah dan mengatisinya dalam diskusi yang digelar di UBLI, Rabu (22/1). Dalam kegiatan tersebut, akan hadir Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, Ketua DPR Puan Maharani, Ketua DPD La Nyalla, Gubernur Lampung Arinal Djunaidi, Walhi dan lainnya.
Akademisi Universitas Lampung (Unila) Sunarto mengatakan, diskusi tersebut bertujuan untuk menyelamatkan lingkungan dari kerusakan. “Bila masalah tanah dan perusakan lingkungan diabaikan, anak cucu kita tidak menikmati indahnya bumi. Hanya ada padang tandus dan kekeringan, dampaknya kelaparan,” katanya.
Pertama, masalah tanah dari hulu ke hilir. Lalu, hutan dirusak, diambil kayunya, bercocok tanam rakyat kecil juga bermasalah. Sedangkan masalah besar adalah berhadapan dengan penguasa dan pengusaha.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Lampung Wiyogo Supriyanto mengakui, aksi penebangan liar di hutan Lampung masih marak. Bahkan, ia menyatakan, pembalakan hutan berlangsung sangat parah dan sulit untuk mengungkapnya.
Ia mengklaim kesulitan untuk melakuan pengawasan di lapangan, karena keterbatasan personel di lapangan. Menurut dia, selama ini yang tertangkap tangan membawa kayu hasil hutan secara ilegal di luar hutan, sedangkan di dalam hutan belum terungkap, apalagi dalangnya. “Dalangnya belum terungkap,” katanya.
Dari hasil pengembangan kasus, ia menyatakan terus melakukan upaya penelusuran kasus penebangan liar, hingga terungkap dalang utamanya. Kepada masyarakat, ujar dia, dapat memberikan informasi terkait jaringan penebagan liar tersebut, agar aksi kejahatan dalam hutan dapat teratasi.