REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Rizkyan Adiyudha
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyampaikan permohonan maaf atas pidato yang dibacakan pada acara "Resolusi Pemasyarakatan 2020" di Lapas Narkotika Kelas IIA Jatinegara, Jakarta Timur, Kamis (16/1). Pidatonya itu dinilai telah menyinggung warga Tanjung Priok.
Dalam pidatonya itu, Yasonna menyampaikan kemiskinan adalah sumber tindakan kriminal. Ia pun memberi contoh bahwa anak yang lahir dari kawasan Tanjung Priok yang terkenal keras dan Menteng yang terkenal sebagai kawasan elite, akan tumbuh besar dengan cara berbeda.
"Bahwa kemudian ternyata itu berkembang dengan penafsiran yang berbeda di media massa dan publik luas, sehingga saudaraku merasa tersinggung, maka saya menyampaikan permohonan maaf," ujar Yasonna di Jakarta, Rabu (22/1).
Yasonna menjelaskan, dirinya sama sekali tidak bermaksud untuk menyinggung perasaan warga Tanjung Priok. Dalam pidatonya itu, dia mengaku hanya ingin menjelaskan secara ilmiah bahwa kejahatan merupakan produk sosial dan meminta kepada masyarakat agar turut serta memperbaiki kondisi-kondisi sosial yang menjadi pemicu timbulnya kejahatan itu.
Terkait adanya penyebutan wilayah Tanjung Priok, Yasonna mengaku tidak ada maksud sedikit pun untuk menyinggung warga masyarakat di sana. Dia pun menyayangkan adanya pihak-pihak yang memelintir pernyataannya, sehingga menimbulkan kesalahpahaman di tengah masyarakat.
"Saya merasa ada hal-hal yang dipelintir sehingga ada kerancuan informasi yang sampai kepada publik sehingga menimbulkan perbedaan pendapat," ujar dia.
"Ada orang-orang tertentu yang tidak memahami secara utuh, tidak melihat utuh," tambah dia.
Dalam kesempatan itu, Yasonna juga menyampaikan terima kasih kepada warga Tanjung Priok yang telah mengingatkan dirinya. Dia berharap adanya permintaan maaf ini dapat kembali menyatukan hati sebagai sesama anak bangsa.
"Mudah-mudahan saya akan mencari waktu yang pas untuk bersilaturahim dengan saudara-saudaraku di Tanjung Priok," ucap Yasonna.
Massa "Aksi #221 Priok Bersatu" hari ini berdemonstrasi di depan Kantor Kementerian Hukum dan HAM di Jalan Rasunan Said, Jakarta. Massa mendesak Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly meminta maaf kepada warga Tanjung Priok dalam waktu 2x24 jam.
"Kami warga Tanjung Priok tetap akan mendesak bapak menteri meminta maaf 2x24 jam, kalau, misalnya, tidak minta maaf ya kami akan eskalasikan lagi aksi kami yang lebih besar lagi," kata Kenal Abu Bakar selalu koordinator aksi warga Tanjung Priok.
Warga Tanjung Priok melakukan aksi di depan gedung Kemenkumham, Jakarta, Rabu (22/1/2020).
Wakil Ketua Umum (Waketum) Gerindra Arief Poyuono mengimbau Yassona menarik kembali ucapanya terkait Tanjung Priok. Dia menilai, pernyataan yang diungkapkan Yassona menyinggung masyarakat yang tinggal di kawasan tersebut.
"Tolong cabut pernyataan bapak sebelum anak-anak Tanjung Priok melaporkan kepada presiden Joko Widodo untuk anda dicopot," kata Arief Poyuono di Jakarta, Rabu (22/1).
Menurut dia, meski disebut sebagai daerah yang tinggi tingkat kriminalitas, warga Tanjung Priok dapat hidup tentram, damai, saling toleran antaragama dan suku. Bahkan, dia mengklaim bahwa Tanjung Priok merupakan daerah di mana gereja dan massjid berdiri berdampingan petama kali.
Dia melanjutkan, Tanjung Priok sejak Orde Baru hingga sekarang adalah sarang kader Banteng. Dia mengatakan, Bung Karno dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri itu sangat di cintai masyarakat Tanjung Priok sehingga suara partai berlogo banteng moncong putih itu sulit dikalahkan di daerah tersebut.
"Dan kami akan berkirim surat pada Ibu Mega untuk memecat Anda sebagai kader PDI perjuangan, serta kami laporkan Anda telah melakukan dugaan ujaran kebencian kepada warga Tanjung Priok," katanya.
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Demokrat, Santoso juga meminta Yasonna menarik kembali ucapannya seputar Tanjung Priok sebagai daerah miskin yang melahirkan premanisme dan kriminal. Pernyataan Yasonna, dinilai Santoso, telah menimbulkan polemik dan menyulut kemarahan warga Tanjung Priok.
"Bapak Yasonna harus tarik kembali ucapannya agar polemik ini tidak semakin panas," kata , dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, Yasonna sebagai pejabat tinggi negara yang seharusnya turut bertanggung jawab memperbaiki kondisi sosial, ekonomi, budaya, justru sebaliknya memperkeruh kondisi sosial masyarakat dengan pernyataan kontraproduktif. Politikus Demokrat yang berasal dari Daerah Pemilihan (Dapil) Jakarta Utara ini juga mempertanyakan kenegarawanan Yasonna Laoly yang seharusnya mempertimbangkan kondisi sosial masyarakat dari setiap ucapan yang terlontar dari mulutnya.
Ia pun menyinggung latar belakang Yasonna sebagai profesor kriminologi bukan menjadi dalil pembenar melontarkan sebuah pernyataan yang memiliki risiko menciptakan gesekan di masyarakat. Terlebih, Yasonna adalah pembantu kepala negara yang notabene melayani untuk kepentingan bangsa dan negara.
"Baju menteri yang melekat di badan Pak Yasonna tidak bisa dilepas dengan mengatakan beliau seorang profesor kriminologi. Bukankah seorang menteri seharusnya mengayomi masyarakat, menciptakan keteduhan, bukan sebaliknya menciptakan kegaduhan," ujar Santoso.
Yasonna, ujar dia, seharusnya mempertimbangkan sejarah sosial yang hidup di masyarakat Priok sebelum memberi penilaian, apalagi melabeli dengan daerah miskin dan kriminal. Sejarah membuktikan bagaimana masyarakat Priok berani menentang rezim Orde Baru yang kemudian dikenal dengan "Peristiwa Tanjung Priok".
"Artinya warga Priok tidak pernah takut menentang kezaliman, sekali pun itu harus berhadapan dengan penguasa. Apa susahnya meminta maaf dan mengakui kekhilafan. Pengakuan maaf toh tidak akan menurunkan derajat Pak Yasonna sebagai seorang menteri maupun profesor," kata Santoso.
Warga Tanjung Priok melakukan aksi di depan gedung Kemenkumham, Jakarta, Rabu (22/1/2020).