REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Katib Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. Yahya Cholil Staquf mengatakan isu mengenai RUU Omnibus Law akan diangkat sebagai salah satu topik pembahasan dalam Musyawarah Nasional Alim Ulama Nahdlatul Ulama (Munas NU) 2020 di Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang, Rembang, Jawa Tengah.
"Hal-hal terkait omnibus law itu akan dibahas bersama ulama-ulama besar," kata Yahya Cholil Staquf di sela Forum Eurasia Centrist Democrat International (CDI) di Yogyakarta, Kamis (23/1).
Menurut Yahya, pembahasan itu nantinya akan menentukan pandangan Nahdlatul Ulama mengenai perlu atau tidaknya pemberlakuan UU omnibus law.
"Itu nanti akan dibahas di sana seperti apa. Ini kan baru statemen-statemen belum ada pembicaraan (di kalangan NU) dan belum ada 'study' mendalam tentang masalah-masalah itu," kata dia.
Meski demikian, secara pribadi ia berpandangan bahwa secara umum banyak sekali undang-undang di Indonesia yang tumpang tindih satu sama lain, sehingga, menurutnya, perlu sebuah penyelarasan.
"Saya kira mungkin perlu sinergi. Omnibus law ini kan salah satu kepentingannya adalah untuk menyelesaikan masalah tumpang tindih dari undang-undang," kata dia.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengatakan bahwa UU omnibus law sangat diperlukan untuk mengimbangi perubahan dunia yang berlangsung secara cepat. Menurut dia, selama ini Indonesia kesulitan merespons perubahan yang terjadi di dunia karena terhalang banyaknya aturan.
"Oleh sebab itu, kalau omnibus law itu rampung, akan ada perubahan besar di dalam pergerakan ekonomi kita, di dalam kebijakan Indonesia," kata Mahfud di Jakarta, Rabu (22/1).