REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Pasukan keamanan Irak melepaskan tembakan gas air mata dan peluru tajam dalam bentrok terbaru dengan pengunjuk rasa di Baghdad dan kota-kota lainnya. Mereka memaksa membubarkan pengunjuk rasa yang menduduki jantung kota ibu kota Irak itu.
Pihak berwenang Irak berusaha untuk mendorong mundur pengunjuk rasa dan melakukan penertiban. Hal itu karena ulama populis Moqtada al-Sadr yang memiliki jutaan pengikut di Baghdad dan selatan Irak mengatakan akan mengakhiri keterlibatannya dalam gejolak anti-pemerintah.
Sumber keamanan dan medis mengatakan setidaknya ada 14 pengunjuk rasa yang terluka dalam bentrokan di Baghdad. Sementara itu, di selatan kota Nassiriya, ada 17 pengunjuk rasa yang terluka, lima di antaranya terkena tembakan peluru tajam.
Unjuk rasa berlanjut di Kerbala, Najaf, Basra, dan Diwaniya. Para sumber mengatakan pengunjuk rasa bertahan dari upaya pasukan keamanan membubarkan aksi mereka yang sudah berjalan selama berbulan-bulan.
"Kami berunjuk rasa karena ada alasannya, saya pikir Moqtada Sadr atau politisi lainnya yang dapat mengubah pikiran kami," kata salah satu pengunjuk rasa yang menolak menyebutkan namanya, Ahad (26/1).
Pengikut Sadr mendukung unjuk rasa dan terkadang membantu mereka melindungi mereka dari pasukan keamanan dan penembak tak dikenal. Tapi mereka mulai menarik diri dari unjuk rasa setelah Sadr mengumumkan keputusannya.
Pasukan keamanan menyingkirkan penghalang beton di dekat Tahrir Square di Baghdad. Tempat pengunjuk rasa memasang tenda dan berdiam diri di sana selama bulan-bulan.
"Saya tidak sering berunjuk rasa tapi hari ini saya datang karena apa yang mereka lakukan kemarin, saya ingin mengungkapkan solidaritas saya kepada saudara-saudara saya di Tahrir," kata seorang siswa Hussain Ali.
Para pengunjuk rasa batuk-batuk dan membersihkan wajah mereka dengan air setelah pasukan keamanan melepaskan tembakan gas air mata. Pekerja Palang Merah Irak memberikan pertolongan pertama kepada mereka.