Selasa 28 Jan 2020 18:21 WIB

Muhammadiyah Enggan Mendukung Omnibus Law 'Cilaka'

Naskah akademik dari RUU Omnibus Law Cilaka tersebut sampai saat ini belum ada.

Rep: Muhyiddin/ Red: Gita Amanda
 Muhammadiyah enggan mendukung Omnibus Law ''Cilaka''. Ilustrasi Omnibus Law
Foto: Republika/Kurnia Fakhrini
Muhammadiyah enggan mendukung Omnibus Law ''Cilaka''. Ilustrasi Omnibus Law

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, bidang Hukum dan Kebijakan Publik, Busyro Muqoddas, enggan mendukung Rancangan undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja (Cilaka). Karena, menurut dia, naskah akademik dari RUU tersebut sampai saat ini belum ada.

"Bagaimana mendukung? Karena kita semua yang hadir tidak memahami yang sesungguhnya dari RUU ini, termasuk ketiadaaan naskah akademiknya. Tapi statemen Pak Jojowi dan sejumlah pejabat lainnya itu mengarah kepada RUU ini bisa segera selesai," ujar Busyro kepada Republika.co.id usai konferensi pers di Kantor PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (28/1).

Baca Juga

Dia pun mempertanyakan pelibatan BIN dan pihak kepolisian untuk menjelaskan RUU Ombudsman Law ini kepada masyarakat, termasuk ormas-ormas. Menurut dia, untuk menjelaskan RUU itu bukan tugas BIN dan polisi, tapi tugas tim profesional.

"Nah cara-cara seperti ini kan cara-cara yang tidak senonoh dari tatakrama demokrasi. Tidak senonoh cara presiden. BIN dan polisi itu bukan seperti itu tugasnya," ucapnya.

Selain itu, Mantan Ketua KPK ini juga mempertanyakan penetapan Ketua Kadin Rosan Roeslani sebagai Ketua Satgas Omnibus Law. Karena, menurut dia, logika yang digunakan Kadin biasanya logika bisnis.

"Mengapa ketua satgasnya dari Kadin? Aneh kan ini. Terus anggota-anggotanya yang diberitakan rektor-rektor perguruan tinggi negeri. Mosok rektor perguruan tinggi negeri punya posisi yang sedemikian rupa di bawah Kadin. Kadin itu kan logikanya logika bisnis," kata Busyro.

Sebelumnya diberitakan, Presiden Joko Widodo meminta dukungan semua pihak terkait pengajuan omnibus law Cipta Lapangan Kerja dan Perpajakan. Presiden Joko Widodo menyampaikan hal tersebut dalam acara "Penyampaian Laporan Tahunan Mahkamah Konstitusi Tahun 2019".

"Pada kesempatan ini saya mengharapkan dukungan berbagai pihak untuk bersama-sama dengan pemerintah berada dalam satu visi besar untuk menciptakan hukum yang fleksibel, sederhana, kompetitif, dan responsif demi terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana amanat konstitusi kita," kata Presiden Joko Widodo di gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Selasa (28/1).

Istilah omnibus law pertama diperkenalkan Presiden Joko Widodo dalam pidato perdana setelah dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia periode 2019-2024 pada 20 Oktober 2019. Istilah "omnibus law" berasal dari "omnibus bill" yaitu UU yang mencakup berbagai isu atau topik.

Presiden Jokowi dalam rapat terbatas 15 Januari 2020 lalu menargetkan agar pembahasan "omnibus law" di DPR dapat dilakukan hanya dalam 100 hari kerja.

Omnibus law tersebut direncanakan akan merevisi 1.244 pasal dari 79 undang-undang.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement