REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kubah yang dibangun di atas makam bagi sebagian kalangan Muslim mungkin dianggap hal yang tabu. Ada sebagian kalangan yang berpendapat bahwa di atas makam cukup ditaruh batu dan itu pun tanpa nama jenazahnya. Lantas, bagaimana makam-makam terdahulu? Apakah semua makam seperti itu?
Direktur Aswaja Center PWNU Jawa Timur, KH Ma'ruf Khozin menjelaskan, makam sebagian ulama memiliki kubah. Hal ini dijelaskan dalam kitab Siyar A'lam An-Nubala (3/401). Dalam kitab tersebut, dijelaskan tentang al-Hafiz az-Zahabi yang menyampaikan tentang bagaimana makam Abbas bin Abdul Muthalib.
"Abbas bin Abdul Muthalib wafat pada 32 Hijriyah, dishalati oleh Utsman dan dimakamkan di Baqi'. Di atasnya ada kubah besar yang dibangun oleh para khalifah Bani Abbasiyah," ujar az-Zahabi sebagaimana dijelaskan pada kitab tersebut.
Kiai Khozin menerangkan, Syekh Syuaib al-Arnauth mentahqiq atau menjelaskan lebih lanjut mengenai hal itu. Al-Arnauth memaparkan bahwa kubah tersebut ada di masa Az-Zahabi pada waktu 748 Hijriyah, dan sekarang sudah tidak ada bekasnya.
Namun, lanjut Kiai Khozin, apakah makam yang dibangun dan memiliki kubah tidak sesuai dengan tuntunan Islam?
Syekh Sulaiman al-Jamal dalam Kitab Hasyiah al-Jamal (2/207) mengutip sebagian pendapat ulama Syafi'iyah. Kitab tersebut menjelaskan, larangan membuat bangunan di atas kuburan itu selama jenazahnya bukan ulama.
"Jika makam ulama maka boleh wasiat membangun kuburan ulama, sebab hal itu dapat menghidupkan ziarah kubur dan mencari berkah dari Allah," kata Kiai Khozin mengutip penjelasan Kitab Hasyiah al-Jamal (2/207).