REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Kamran Dikarma
Sebuah pesawat sewaan pembawa 368 warga Korea Selatan dari Wuhan tiba pada Jumat (31/1). Warga Korea di dalamnya akan diisolasi lebih dulu sebelum bisa kembali ke rumahnya masing-masing. Rencana pengucilan itu namun ditentang keras oleh para warga yang ditinggal di daerah-daerah sekitarnya.
Pesawat pertama, dari sekitar empat penerbangan yang direncanakan akan membawa pulang para warga Korsel dari pusat wabah virus di China, telah mendarat di Bandara Internasional Gimpo di Seoul sekitar pukul 08.00 waktu setempat. Kedatangan pesawat tersebut terlambat setengah hari karena China baru mengeluarkan izin bagi satu penerbangan.
Pemerintah mengatakan tidak ada satu pun di antara warga yang dievakuasi itu menunjukkan gejala terkena virus sebelum berangkat. Namun, satu orang tidak bisa diangkut ke pesawat karena demam setelah ia menjalani pemeriksaan akhir di bandara Wuhan.
Sementara itu, sebanyak 18 warga Korsel yang tiba dari Wuhan langsung dibawa ke rumah sakit, kata wakil menteri kesehatan Kim Gang-lip. "Kita punya standar pemeriksaan yang berbeda dengan China dan kami telah melakukan pemeriksaan lagi di dalam pesawat dan memisahkan orang-orang yang menunjukkan gejala-gejala ke lantai dua pesawat," kata Kim dalam konferensi pers.
"Sebanyak 350 lainnya akan dibawa ke fasilitas-fasilitas penginapan sementara. Di sana, staf medis akan memberikan bantuan karantina dan medis bagi mereka selama 14 hari di bawah pengawasan terus-menerus tanpa mereka bisa keluar atau dikunjungi tamu."
Orang-orang yang dibawa pulang dari Wuhan itu akan diisolasi di dua fasilitas di Asan dan Jincheon. Yaitu kota-kota yang terletak 80 kilometer dari selatan Ibu Kota Korsel, Seoul.
Rencana itu memicu reaksi keras dari para warga sekitar. Pada Kamis (30/1), beberapa di antara mereka melemparkan telur dan mengeluarkan sumpah serapah terhadap para pejabat yang berkunjung dengan tujuan untuk menghentikan kemarahan. Ratusan polisi berjaga-jaga di fasilitas di Asan dan Jincheon.
Warga Korea Selatan yang mendaftar untuk dibawa dengan penerbangan sewaan berjumlah 720 orang. Namun, kementerian luar negeri Seoul mengatakan bahwa jumlah penerbangan kemungkinan harus dikurangi menjadi satu atau dua kali saja.
Pembangunan rumah sakit temporer di Leishenshan, Wuhan, China, terus berlanjut, Kamis (30/1). WHO sudah mendeklarasikan kondisi darurat bagi penyebaran virus corona.
Korea Selatan pada Jumat juga melaporkan kasus ketujuh virus corona, yang menimpa seorang pria berusia 28 tahun. Pria tersebut kembali dari Wuhan melalui kota pelabuhan di China timur, Qingdao, pekan lalu, dikutip dari Reuters.
Upaya evakuasi juga dilakukan oleh sejumlah negara lain. Sebuah pesawat dengan membawa 83 warga Inggris serta 27 warga negara lain hari ini terbang meninggalkan Kota Wuhan di China, demikian diungkapkan pemerintah Inggris.
Pesawat sipil yang disewa oleh Departemen Luar Negeri Inggris itu lepas landas dari Wuhan pada pukul 09.45 waktu setempat, kata pemerintah dalam pemberitahuan yang dipasang di lamannya.
Pesawat dijadwalkan tiba pada Jumat pukul 13.00 di Inggris. Setelah itu, penerbangan akan dilanjutkan ke Spanyol.
Di sana, negara-negara Uni Eropa akan mengambil alih tanggung jawab atas warga-warga negara mereka yang berada dalam penerbangan tersebut. "Kita tahu betapa situasinya sangat mencemaskan bagi mereka yang menunggu untuk diberangkatkan," kata Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab, menurut pemberitahuan tersebut.
"Kita telah bekerja sepanjang waktu untuk membuka jalan agar keberangkatan bisa dilakukan dengan aman."
Berdasarkan data terkini, angka kematian akibat virus corona telah mencapai 213 orang. Kota Wuhan, dan kota-kota di dekatnya masih dalam kondisi lock down atau terkunci. Setidaknya 50 juta jiwa terdampak akibat isolasi yang diterapkan Pemerintah China.
Tidak mudah memang melakukan lock down bagi kawasan degan populasi yang lebih banyak dari Korea Selatan atau Australia. Tapi pengalaman menangani SARS di tahun 2002-2003 membuat China memiliki pengetahuan dan tata cara isolasi kawasan.
Wuhan tidak sepenuhnya ditutup. Sejumlah truk dibolehkan meninggalkan 17 kota yang dikunci untuk menyediakan makanan. Dalam foto yang diberikan oleh media pemerintah, tampak truk berbaris. Sopir mengenakan masker wajah. Polisi berjaga dengan pakaian perlindungan khusus berwarna putih. Mereka yang tidak memiliki kartu tanda khusus tidak boleh lewat.
Sekolah, restoran, bioskop, ditutup di Wuhan yang populasinya 1,5 kali lebih banyak dari New York. Untuk menjaga warga tetap di rumah, kereta dan bus tidak beroperasi. Penggunaan kendaraan pribadi dilarang di sejumlah tempat.
Pemerintah Hubei sudah berjanji suplai makanan dan obat tidak terganggu. Pemerintah setempat bekerja membawa pasokan makanan hingga dari Yunnan dan Hainan. Pemerintah juga sudah menyerukan agar tidak menumpuk makanan.
China, dikutip dari Associated Press, melaporkan sudah terjadi 9.692 kasus corona yang terkonfirmasi hingga Jumat (31/1). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menyatakan wabah virus korona sebagai darurat kesehatan internasional pada Kamis (30/1). Hal itu diumumkan setelah kasus virus tersebut menjangkau 18 negara.
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengungkapkan dalam beberapa pekan terakhir pihaknya telah menyaksikan wabah yang belum pernah terjadi sebelumnya. Ribuan warga China terinfeksi virus korona dalam kurun waktu cukup singkat.
Ditemukan pula 98 kasus di luar China yang tersebar di 18 negara. Hal itu menjadi dasar pertimbangan WHO menyatakan wabah virus korona sebagai darurat kesehatan global.
"Deklarasi ini bukan mosi tidak percaya pada China. Kekhawatiran terbesar kami adalah potensi penyebaran virus ke negara-negara dengan sistem kesehatan yang lebih lemah," kata Ghebreyesus setelah memimpin rapat Komite Darurat WHO di Jenewa, Swiss.
Deklarasi darurat internasional memicu rekomendasi-rekomendasi untuk semua negara. Satu di antaranya, otoritas kesehatan nasional di seluruh dunia dianjurkan melakukan peningkatan pemantauan, kesiapsiagaan, dan tindakan pengendalian mereka.
Selain itu, setiap negara disarankan menghindari atau membatasi perjalanan dan perdagangan. WHO memang tak memiliki wewenang untuk menjatuhkan sanksi kepada negara-negara.
Namun ia dapat meminta pemerintah memberikan pembenaran ilmiah untuk segala pembatasan perjalanan atau perdagangan yang mereka lakukan jika terjadi keadaan darurat internasional.