REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizky Suryarandika, Dwina Agustin, Antara
Para ahli kesehatan memperkirakan jumlah resmi penderita virus corona tak menggambarkan situasi sebenarnya. Dikabarkan masih banyak pasien tak terdiagnosis karena keterbatasan peralatan.
Ahli kesehatan pernapasan Universitas Hong Kong, Professor David Hui Shu-cheong, mengatakan, jumlah penderita virus corona di Wuhan bisa lebih banyak. Sebab, angka penderita hanya mencakup yang dirawat di rumah sakit.
"Masih banyak komunitas masyarakat yang belum terdiagnosis. Beda dengan di Hong Kong di mana kasus ini lebih ditangani dengan hati-hati. Dari 15 kasus, 10 di antaranya tak perlu dicek secara lengkap," kata Hui dilansir dari South China Morning Post pada Selasa, (4/1).
Hui menganggap pada kenyataannya ada perbedaan antara angka penderita yang tercatat di China dengan angka sebenarnya. "Gambaran sebenarnya perlu menunggu setelah penyebaran virus bertahan di satu titik. Kemudian diadakan penelitian di mana tes darah bisa merefleksikan jumlah kasus positif,” ujar Hui.
Sementara itu, anggota Komisi Kesehatan Nasional Li Lanjuan mengakui keterbatasan peralatan pengecekan virus corona. Alhasil, tak semua orang bisa melalui tes.
"Deteksi awal, diagnosis awal dan isolasi awal tak bisa dilakukan secara bersamaan di Wuhan. Saya harap pemerintah dapat mendukung Wuhan lebih banyak lagi," katanya.
Sumber anonim di rumah sakit Wuhan juga mengonfirmasi kabar terbatasnya peralatan pengecekan penderita virus corona. Diperkirakan setiap harinya rumah sakit itu hanya bisa mengetes 100 orang. Hasil tes pun baru keluar 48 jam kemudian.
"Saat Komisi Kesehatan Nasional mengumumkan angka penderita, angka itu sudah terlewat dua hari," ujarnya.
Rumah sakit pun sampai menolak pasien yang gejala coronanya tak terlihat. Namun, keputusan itu terbukti salah karena para pasien kembali ke rumah sakit dengan kondisi lebih buruk.
"Kami bahkan sampai menolak pasien dengan gejala yang tak begitu terlihat, tapi kemudian mereka balik lagi dengan kondisi lebih parah," ujarnya.
Foto kamar pasien di Rumah Sakit Huoshenshan, Wuhan. China membangun rumah sakit baru yang dikhususkan untuk mengatasi virus Corona.
Korban jiwa akibat wabah virus Corona di China terus bertambah. Pada Senin (3/2), tercatat 425 orang meninggal akibat corona atau bertambah sebanyak 64 orang dari satu hari sebelumnya. Demikian disampaikan Komisi Kesehatan Nasional China, Selasa (4/2).
Tambahan jumlah korban jiwa itu semuanya berasal dari Provinsi Hubei, pusat wabah virus. Sebanyak 46 orang meninggal di ibu kota Provinsi Hubei, Wuhan.
Di seluruh China pada Senin, ada 3.235 orang lagi yang dipastikan terinfeksi. Sehingga jumlah total pengidap virus sejauh ini mencapai 20.438 orang.
Hong Kong bahkan mencatat telah terjadi kematian pertama akibat corona. Kematian tersebut menjadi yang kedua di luar China setelah yang pertama terjadi di Filipina.
Korban meninggal adalah pria 39 tahun yang baru berkelana dari China. Pria tersebut adalah kasus corona ke-13 yang terkonfirmasi di Hong Kong.
Dikutip dari AP, diketahui pria tersebut mengalami sakit otot pekan lalu diikuti dengan demam. Dia lalu dirawat di ruang isolasi.
Pejabat berwenang mengatakan, pria itu baru saja pergi ke Wuhan pada 21 Januari dengan kereta dan tiba kembali di Hong Kong pada 23 Januari.
Sejak kemarin, Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lam mengumumkan penutupan 10 titik penyeberangan perbatasan dari total 13 dengan daratan China. Keputusan itu diambil dalam upaya untuk mengekang penyebaran virus corona jenis baru.
Desakan terhadap Lam untuk menutup perbatasan sudah dirasakan sejak beberapa waktu lalu. Namun, baru Senin dia mengumumkan secara resmi menutup hampir seluruh jalur yang menghubungkan dengan daratan China.
Lam juga sudah menutup beberapa operasi perbatasan, termasuk feri lintas batas dan layanan kereta api berkecepatan tinggi ke jalur daratan. Dia mengatakan, menutup seluruh perbatasan akan tidak pantas dan tidak praktis, ditambah lagi itu sikap diskriminatif.
Sebelum Hong Kong memutuskan menutup beberapa pintu perbatasan, keputusan tersebut telah diambil oleh Korea Utara dan Mongolia. Kedua negara itu memberlakukan penutupan akses secara menyeluruh hingga waktu yang belum ditentukan.
Tim pakar internasional yang dipimpin Badan Kesehatan Dunia (WHO) kemungkinan berangkat ke China pekan ini untuk menyelidiki wabah virus corona, kata juru bicara WHO. Rencana kunjungan itu merupakan kesepakatan antara kepala WHO dan Presiden China Xi Jinping dan mungkin akan termasuk para pakar dari Amerika Serikat, kata juru bicara.
Secara terpisah, seorang pejabat kesehatan AS mengatakan kepada Reuters di Jenewa bahwa para pakar medis Amerika kemungkinan ikut dalam misi teknis pimpinan WHO itu. Namun, pembicaraan soal rencana tersebut masih berlangsung.
China pada Senin menuding Amerika Serikat membangkitkan kepanikan soal virus corona, yang menyebar cepat, dengan menerapkan larangan perjalanan dan melakukan evakuasi.
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, pekan lalu saat kembali dari Beijing bahwa misi internasional itu akan terdiri dari para pejabat WHO serta kemungkinan sejumlah pakar. Ketika ditanya soal Menteri Kesehatan AS Alex Azar yang secara terbuka meminta agar para pejabat AS dimasukkan dalam misi pimpinan WHO itu, Tedros mengatakan negara-negara harus membuat "pengaturan secara bilateral".
Juru bicara WHO Tarik Jasarevic mengatakan, misi berbagai bidang yang beranggotakan pakar internasional itu akan berangkat ke China, kemungkinan pekan ini. "Baik China maupun WHO sudah setuju soal misi ini. Misi tersebut merupakan misi teknis internasional yang dipimpin oleh WHO. Dengan demikian, CDC kemungkinan akan menjadi bagian dari misi itu," katanya, mengacu CDC pada Pusat Pengendalian Penyakit Amerika Serikat.
WHO, yang merupakan sebuah badan di bawah badan Perserikatan Bangsa-Bangsa, akan memberikan informasi lebih lanjut soal susunan anggota misi serta kepakaran teknis, kata Jasarevic.
Para pakar yang akan dikirimkan memiliki berbagai spesialisasi, termasuk epidemologi, laboratorium, riset dan pengembangan. Mereka akan bekerja bersama mitra-mitra mereka dalam meningkatkan pemahaman soal wabah tersebut guna memandu upaya penanganan global.
Presiden Xi Jinping sudah mengatakan kalau negaranya sudah meluncurkan perang melawan epidemi corona. Ia memastikan China harus berpacu dengan waktu untuk menghentikan penyebaran virus. Dikutip dari AP, Jinping bahkan menegaskan mereka yang mengabaikan tugasnya akan dihukum.