REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Dian Fath Risalah
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan kronologi pengembalian dua penyidik KPK ke Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). Pengembalian satu penyidik, yakni Kompol Rosa Purbo belakangan menjadi polemik.
"Pertama tentunya ini bermula surat tanggal 12 Januari 2020 terkait surat dari Pak Kapolri yang ditanda tangani asisten SDM yang mana berisi penarikan penugasan anggota Polri atas nama Kompol Indra dan Kompol Rossa Purbo," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di gedung KPK, Jakarta, Kamis (6/2).
Fikri melanjutkan, alasan penarikan dua penyidik tersebut karena kebutuhan organisasi asalnya. "Antara lain alasan penarikannya tersebut dibutuhkan organisasi untuk penugasan di internal Polri, tanggal 13 Januari itu, sampai di pimpinan tanggal 14 Januari 2020. Kemudian pimpinan tanggal 15 Januari 2020 mendisposisikan bahwa menyepakati atau setuju atas usulan penarikan dari Pak Kapolri yang tandatangani Pak asisten SDM," ungkap Ali.
Kemudian pada 15 Januari 2020, kata dia, lima pimpinan KPK menyepakati pengembalian dua penyidik tersebut. Tindak lanjut dari disposisi itu kemudian melalui sekretaris jenderal, Kabiro SDM dan mekanisme birokrasi lainnya.
"Kemudian tanggal 21 pimpinan tanda tangan surat ditunjukkan ke Pak Kapolri perihal pengharapan kembali pegawai negeri yang dipekerjakan di KPK," tuturnya.
Namun dalam perjalanannya, kata dia, terdapat surat tertanggal 21 Januari 2020 yang ditanda tangani oleh Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono. Surat itu berisi pembatalan penarikan dua penyidk itu.
"Suratnya kemudian diterima sekretariat pimpinan 28 Januari 2020. Kemudian pimpinan mendisposisi tanggal 29 Januari 2020 yang pada pokoknya berisi sepakat tetap kepada keputusan 15 Januari 2020 yang disepakati lima pimpinan yang ditindaklanjuti 21 Januari 2020 tentang pengembalian per 1 Februari 2020 dan sudah diterima 24 Januari 2020 oleh Mabes Polri," tutur Ali.
Ia juga menegaskan, bahwa proses pengembalian dua penyidik tersebut juga sudah mengacu pada aturan-aturan kepegawaian yang berlaku di KPK. "Bahwa mekanisme proses tadi saya sebutkan sejak penerimaan surat, penarikan sampai pengembalian mengacunya adalah aturan-aturan kepegawaian yang berlaku di KPK," ucap Ali.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan Kompol Rosa yang sebelumnya ditugaskan di KPK telah kembali bertugas di Polri. "Berkaitan dengan Kompol Rosa memang sudah dipulangkan ke Kepolisian," kata Argo Yuwono di Jakarta, Rabu (5/2).
Mabes Polri menganggap kembalinya Rosa ke Polri adalah hal yang lumrah. "Anggota polisi yang ditugaskan ke kementerian dan lembaga itu tak hanya di KPK saja tapi juga ada di tempat lain. Dan semua itu ada MoU yang dilakukan. Apabila lembaga lain mengembalikan, tak masalah. Itu hal biasa," katanya.
Padahal masa tugas Kompol Rosa di KPK diketahui masih berlangsung hingga 23 September 2020 mendatang. Sebelum pengembalian Rosa, ada dua penyidik Polri di KPK yang juga dikembalikan ke Korps Bhayangkara.
Namun, Argo tidak memerinci nama atau inisial dua penyidik tersebut. Pengembalian tiga penyidik Polri dari KPK terjadi di tengah penyelidikan KPK terhadap kasus dugaan suap pergantian anggota DPR RI melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW) dengan tersangka di antaranya mantan komisioner KPU, Wahyu Setiawan dan kader PDIP, Harun Masiku.
[video] ICW Menilai KPK tak Tegas Terhadap Kasus Harun Masiku
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati menilai polemik penarikan penyidik KPK Kompol Rosa Purbo Bekti ke instansi asalnya, Polri adalah bukti nyata Firli Bahuri sebagai ketua KPK ingin melemahkan lembaga antirasuah itu. Diketahui, Kompol Rosa adalah penyidik yang ikut diperbantukan dalam kasus dugaan suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) yang ikut menyeret caleg PDIP, Harun Masiku.
"Ini bukti nyata Firli sebagai ketua agendanya melemahkan KPK," kata Asfinawati dalam keterangannya, Rabu (5/2).
Pelemahan yang dilakukan adalah, pertama, instansi asal yakni Polri tidak menarik Kompol Rosa. Kemudian, Rosa juga tidak melanggar etik. Ketiga, lanjut dia, Kompol Rosa ikut dalam penanganan kasus yang menjadi perhatian publik.
"Kita tahu, Kompol Rosa orang lagi berprestasi, lah kenapa malah tiba-tiba dikeluarkan. Ini aneh sekali," ujarnya.
Adapun, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana menilai, polemik penarikan penyidik KPK Kompol Rosa Purbo Bekti ke instansi asalnya merupakan upaya sistematis untuk mengacak-acak atau merusak sistem sumber daya manusia (SDM) KPK.
"Bagaimana mungkin, seorang penyidik yang sedang mengungkap skandal korupsi PAW di KPU dan dia juga belum selesai masa jabatannya di KPK, secara serta merta diberhentikan dari KPK dan dikembalikan ke Polri," kata Kurnia saat dihubungi, Rabu (5/2)
Terlebih, kata Kurnia, Polri sudah mengatakan, bahwa Kompol Rossa tetap bekerja di KPK sampai masa jabatannya habis di KPK nanti. Menurut Kurnia, belum genap tiga bulan bekerja, namun sudah terlalu banyak kontroversi yang dilakukan Ketua KPK Firli Bahuri.
"Dan dia benar-benar menunjukkan di era dia adalah era otoritarianisme dan ini belum pernah kita lihat sejak KPK berdiri," ucap Kurnia.
"Jadi kami memprediksi ke depan KPK akan semakin hancur baik dari sistem yang selama ini berjalan di KPK, dirusak oleh yang bersangkutan (Firli) dan kepercayaan publik pada KPK akan semakin menurun. Dan ini harus kita sematkan kepada Firli sebagai penanggung jawab utama kerusakan KPK hari-hari ini," tambah Kurnia.
Jejak Harun Masiku