Sabtu 08 Feb 2020 05:18 WIB

'Kami Menolak Virus, Bukan Orangnya'

Warga Natuna menolak virus Corona mewabah di wilayah tempat mereka tinggal.

Dokter kepolisian memeriksa tensi warga pada pemeriksaan kesehatan gratis di Kota Tua Penagi, Natuna, Kepulauan Riau, Kamis (6/2/2020).
Foto: Antara/M Risyal Hidayat
Dokter kepolisian memeriksa tensi warga pada pemeriksaan kesehatan gratis di Kota Tua Penagi, Natuna, Kepulauan Riau, Kamis (6/2/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ronggo Astungkoro

Erwan (45 tahun), pada Sabtu (1/2) malam, tengah berada di kediamannya, di Ranai Kota, Natuna, Kepulauan Riau. Keadaan berjalan normal, sebelum informasi mengenai penempatan warga negara Indonesia (WNI) yang dievakuasi dari Wuhan, Cina, di Natuna datang secara tiba-tiba kepadanya.

"(Informasi menyebar) dari mulut ke mulut masyarakat," ungkap pria yang kerap disapa Iwan itu di sela mengikuti kegiatan istigasah di Masjid Agung Natuna, Kepulauan Riau, Kamis (6/2) malam.

Sama seperti masyarakat Natuna lainnya, Iwan mengikuti berita tentang wabah virus korona melalui televisi, berita daring, dan media sosial dalam beberapa pekan terakhir. Dari sana, timbul rasa takut akan penyakit tersebut menjangkit area tempat tinggalnya.

Di tengah ketakutan akan virus korona itu, informasi mendadak pengarantinaan WNI dari Wuhan di Natuna membuat Iwan dan masyarakat lainnya bereaksi. Ayah beranak tiga itu mengaku kaget mendengar informasi itu pertama kali, terlebih karena informasi itu tak ia dapat langsung dari pemerintah.

"Tidak ada pemberitahuan dari awal. Komunikasi dari pemerintah pusat nggak ada. Mendadak aja. Kan kaget kita. Masyarakat ini kan tahunya dari TV aja, korona gini, gini," tuturnya.

Masyarakat lokal Natuna bereaksi dengan melakukan demonstransi. Mereka menolak kedatangan WNI dari Wuhan itu keesokan harinya. Mereka merasa khawatir tempat tinggalnya akan terkena virus yang belum ada penawarnya itu.

"Spontan aja karena kita nggak ada yang menggerakkan. Spontan aja karena masyarakat rasa khawatir," jelas dia.

Mereka menyuarakan penolakannya itu kepada pemerintah daerah Natuna. Menurut Iwan, masyarakat lokal meminta agar WNI dari Wuhan itu tidak ditempatkan di Natuna, melainkan di tempat lain. Ia menaruh kecurigaan atas kesehatan 237 WNI dan satu warga negara asing tersebut.

"Kan katanya sehat. Kalau sehat kok di Natuna? Maksudnya gitu. Masyarakat ngga tau ini karena informasi dari awal nggak tahu. Tahu-tahu udah mau nyampe ke sini aja. Kan mendadak," terangnya.

Setelah terjadi gelombang protes dan penolakan di Natuna, pemerintah pusat mulai menjelaskan keputusan tersebut. Mulanya, Menteri Komunikasi dan Informasi, Johnny G Plate, menyatakan, informasi penempatan WNI yang kembali dari Cina di Natuna tidak terlambat. Menurut dia, yang terjadi ialah kabar bohong yang menyebar lebih cepat dari informasi tersebut.

"Tidak terlambat, yang terlebih dulu bergerak itu adalah hoaksnya. Bukan informasi yang terlambat, informasi itu cepat tindakannya. Yang lebih cepat lagi itu adalah hoaksnya yang berjalan," jelas Johnny di kantornya, Jakarta Pusat, Senin (3/2).

Tapi, sehari kemudian, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, mengakui terdapat keterlambatan informasi informasi tersebut terhadap masyarakat Natuna. Itu terjadi karena perkembangan situasi yang terlampau cepat.

"Bukan miskomunikasi ya, keterlambatan informasi, karena perkembangan berlangsung begitu cepat," ujar Mahfud usai rapat membahas perkembangan situasi Natuna di kantornya, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (4/2).

Mahfud menjelaskan, situasi berkembang begitu cepat ketika pemerintah Cina memberikan lampu hijau kepada Indonesia yang hendak memulangkan WNI yang ada di wilayah karantina mereka. Pemerintah Indonesia, kata dia, bekerja cepat dan memutuskan untuk menjadikan Natuna sebagai tempat karantina WNI tersebut.

"Mengambil tempat di Natuna yang dianggap tempat paling mudah, paling aman, dan dekat dengan instalasi militer untuk dilakukan sesuatu dengan cepat," katanya.

Mahfud juga berulang kali memastikan para WNI yang dikarantina itu dalam kondisi sehat. Ia meminta masyarakat untuk tidak cemas. "Saya pastikan bahwa saudara-saudara kita yang dievakuasi dari Wuhan, RRC, ke Natuna itu adalah orang-orang yang sehat," jelas Mahfud usai rapat koordinasi dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah di Kantor Bupati Natuna, Natuna, Kepulauan Riau, Kamis (6/2).

Mahfud menjelaskan, karantina dan observasi yang dilakukan terhadap 237 WNI dan satu warga negara asing di Natuna merupakan standar internasional yang dilakukan oleh WHO. Jadi, meski tidak terdapat ancaman penyakit, mereka perlu melalui itu semua sebelum dipulangkan ke tempat tinggal masing-masing.

"Jadi di sini tidak ada apa-apa dalam arti tidak ada ancaman penyakit. Kami tadi turun dari pesawat juga tidak ada yang pakai masker. Saya menilhat di perjalanan, dari bandara menuju ke sini semua kehidupan masyarakat berjalan normal," tuturnya.

Pascagelombang Penolakan

Komentar-komentar yang dikeluarkan masyarakat luar Natuna sempat membuat Iwan kecewa. Ia membaca dan mendengar informasi yang menyebut warga Natuna tidak berkeperimanusiaan dan anti-NKRI karena menolak WNI yang dievakuasi dari Cina.

"Kan heboh di luar semua bilang gitu. Padahal yang ditakutkan itu virusnya, bukan orangnya. Kalau kami antiperikemanusiaan, dari zaman dulu kami sudah biasa menampung pengungsi Vietnam," jelas dia.

Mendengar penjelasan dari pemerintah pusat melalui berita dan televisi, masyarakat lokal Natuna mulai menerima keputusan tersebut. Iwan mengatakan, ia mau tak mau harus yakin kepada pemerintah pusat karena ada jaminan WNI tersebut dalam kondisi sehat. Tapi, kata dia, masyarakat tetap waspada.

"Kami kan masyarakat tetap waspada apakah itu betul-betul sehat, apakah tidak akan menular ke mana-mana. Waspada kan tetap. Wajib kita waspada," jelas Iwan.

Iwan mendoakan agar saudara sebangsa dan setanah-airnya itu benar-benar sehat dan tak terdampak virus korona. Ia berharap mereka dapat menyelesaikan masa karantina selama 14 hari dengan baik dan bisa berkumpul dengan keluarga mereka masing-masing.

"Mudah-mudahan mereka baik-baik aja kan dan bisa berkumpul dengan keluarga masing-masing, yang penting aman-aman aja," terang dia.

Situasi ramai akibat gelombang penolakan di Natuna tak lagi terlihat ketika Republika berkunjung ke Natuna, Kamis (6/2) sore hingga malam hari. Selama perjalanan dari Kantor Bupati Natuna menuju Masjid Agung Natuna dengan menggunakan bus, Republika melihat masyarakat berkegiatan.

Lampu-lampu rumah yang berada di sisi jalan raya mayoritas menyala. Sejumlah warga mengunjungi rumah-rumah makan pada malam hari. Sepengelihatan Republika, memang tak sedikit rumah makan maupun kafe yang buka malam itu meski tak banyak pengunjung yang datang.

Ibu-ibu, bapak-bapak, pemuda, hingga anak-anak terlihat berkegiatan di malam itu. Ada yang bercengerama di teras rumah, ada yang berbelanja kebutuhan pangan, ada pula yang berangkat beribadah ke masjid yang ada di dekat kediaman mereka. Jarang terlihat warga masyarakat yang mengenakan masker dalam berkegiatan itu.

Iwan menuturkan, kegiatan masyarakat Natuna masih sama seprti biasanya meski memang tidak seramai biasanya. Itu terjadi karena mereka masih memiliki rasa kekhawatiran akan virus korona. Tapi, kondisi itu sudah perlahan pulih saat ini.

"Agak sepi, tapi nggak sepi-sepi banget. Sekarang sudah mulai pulih lagi karena sudah ada pernyataan dari pusat bahwa ini aman. Mereka kan mau gimana lagi? Mau tak mau harus menerima," kata pria yang sehari-hari bekerja sebagai pedagang itu.

Terkait informasi eksodus yang dilakukan oleh sejumlah masyarakat Natuna, Iwan mengatakan, mereka keluar Natuna karena sebelumnya terdapat surat dari Dinas Pendidikan yang meliburkan sekolah. Masyarakat yang keluar Natuna itu tidak lekas kembali ke tempat tinggalnya setelah libur itu dibatalkan karena kapal angkut ke luar dan masuk Natuna hanya ada satu kali dalam sepekan.

"Terlanjur keluar semua. Tapi nggak ramelah. Ada yang keluar tapi nggak rame, yang kekhawatiran itu pasti. Masyarakat siapa pun tetap khawatir kan karena kita dapat di pemberitaan di TV, di media, di mana, virus korona memang bahaya," ungkap dia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement